Saat Sangka Reda: Sebuah Perjalanan Tilik-Diri terhadap Waham dan Halusinasi [First ed.]

Citation preview

SA AT SA N G K A R E DA Sebuah Perjalanan Tilik-Diri Terhadap Waham dan Halusinasi

Eva Lietz

(Orang dengan Pengalaman Kejiwaan dari Jerman)

Lautan Jiwa

EVA

LIETZ

Buku ini disusun dan diformat dengan Linux Workstation, menggunakan aplikasi pengolah kata sumber-terbuka WPS Writer 11.1. SAAT SANGKA REDA: SEBUAH PERJALANAN TILIK-DIRI TERHADAP WAHAM DAN HALUSINASI Diterjemahkan dari karya Eva Lietz, Report of A Person with Schizophrenia Penerjemah: Anta Samsara

dari Lautan Jiwa

Hak Cipta © Eva Lietz. Masing-masing Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dipublikasikan pertama kali secara daring dalam bentuk buku elektronik oleh Lautan Jiwa.

Edisi Bahasa Indonesia dipublikasikan secara gratis sebagai bagian dari upaya edukasi Kesehatan Jiwa untuk masyarakat awam. Eva Lietz Surel : [email protected]

Anta Samsara dari Lautan Jiwa Situs web: https://www.lautanjiwa.com/ Surel: [email protected] Whatsapp/Telegram: +62 819 19 0000 92

Sampul depan dirancang oleh Canva. Perwajahan dan Tata Letak dirancang oleh Derek Murphy dari Creativindie Design. Edisi Pertama. Dipublikasikan di Jakarta, 10 Februari 2020.

i

SAAT SANGKA REDA

SANGKALAN Buku ini adalah karya orang dengan pengalaman kejiwaan (person with lived-experience). Berbagai nama, tokoh, dan kejadian politis bisa jadi riil atau tidak, namun merupakan hanya merupakan distorsi dari gangguan kesehatan jiwa. Buku ini disajikan untuk tujuan edukasi kejiwaan untuk masyarakat awam dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan tokoh, peristiwa, kegiatan/even, dan tujuan politis yang manapun, pada titik waktu kapanpun. Mohon membaca secara keseluruhan dengan pemikiran yang bebas-nilai sebelum menyimpulkan keseluruhan isi buku ini. Bijak sebagai pembaca diperlukan. Dilarang mereproduksi ulang buku ini, baik bagianbagian maupun secara keseluruhannya tanpa izin tertulis dari Eva Lietz, sebagai penulis serta pemilik dari karya ini. Publikasi tidak berbayar tidak berarti bahwa bagian atau keseluruhan isi dari buku ini dapat dirombak dan disusun ulang sesuai keinginan Anda sehingga menghasilkan karya yang berbeda. Berbagai pertanyaan mengenai psikomemoar ringkas ini dapat ditujukan ke [email protected]. ii

EVA

LIETZ

DA F TA R I S I SANGKALAN............................................................................................................... II DAFTAR ISI................................................................................................................ III BEBERAPA ISTILAH DASARIAH.............................................................................. IV TENTANG PENULIS................................................................................................VIII

SAAT SANGKA REDA: BAGIAN UTAMA BUKU.................................................. 9 BAGIAN SATU.................................................................................................10 BAGIAN DUA........................................................................................................ 14 BAGIAN TIGA....................................................................................................... 21 BAGIAN EMPAT....................................................................................................28

BAGIAN LIMA..................................................................................................31 BAGIAN ENAM................................................................................................ 36 BAGIAN TUJUH..............................................................................................43 BAGIAN DELAPAN......................................................................................... 49 BAGIAN SEMBILAN........................................................................................ 60

iii

BEBERAPA ISTILAH DASARIAH Pengertian Istilah-Istilah Kesehatan Jiwa yang Dipergunakan dalam buku ini ●

waham atau disebut juga delusi (kata benda) gejala dari gangguan penilaian realitas (psikosis) berupa keyakinan palsu, yaitu keyakinan yang salah yang tak dapat dikoreksi meskipun dibantah dengan bukti-bukti yang nyata.



waham kejar (kata benda) [terjemahan dari Bahasa Inggris delusion of persecution] keyakinan yang salah yang percaya bahwa pihak lain mengancam dan/atau bersekongkol memusuhi pihak yang mengalami waham ini.



berwaham (kata kerja) atau delusional (kata sifat) mengalami waham/delusi; mengalami gejala berupa keyakinan salah yang tak dapat dikoreksi meskipun dihadirkan bantahannya berupa buktibukti yang nyata.

iv

EVA



LIETZ

halusinasi (kata benda) gejala berupa mendengar, melihat, mencium aroma, mengecap (merasa di lidah), merasakan perabaan yang sebenarnya tidak ada. Contohnya: mendengar perintah/suruhan dalam kondisi sama sekali tidak ada orang, atau mengecap rasa yang aneh padahal tidak sedang makan apaapa.



skizofrenia (kata benda) gangguan kejiwaan jangka panjang yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan untuk membedakan apakah sesuatu itu benar-benar nyata atau tidak; yang gejalanya tidak hanya berupa waham, namun juga berupa halusinasi (Sementara gangguan yang hanya berupa waham/delusi saja tanpa halusinasi disebut sebagai gangguan berwaham dan bukan skizofrenia). Ciri lain dari skizofrenia adalah gejala dan taraf/derajat aktivitas yang kurang jika dibandingkan dengan orang yang sehat, seperti misalnya miskin ide/wicara, ketidakmampuan untuk menikmati kesenangan, dan penarikan diri dari pergaulan sosial.



psikosis (kata benda) gangguan penilaian realitas; wilayah/ranah gejala di mana orang yang mengalaminya tidak mampu membedakan apakah sesuatu itu benar-benar nyata atau tidak.

v

SAAT SANGKA REDA

Halusinasi dan waham, adalah gejala spesifik dari gangguan psikosis. Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang termasuk ke dalam ranah psikosis.



psikotik (kata sifat dari psikosis) 1. mengalami gangguan psikosis; 2. tentang (perihal, mengenai) psikosis atau berkaitan dengan psikosis.



gejala (kata benda) ciri yang dapat ditautkan kepada suatu penyakit, namun hanya berupa hal yang tunggal, misalnya halusinasi saja atau waham saja, atau jika berupa penyakit fisik dalam hal influenza (untuk sekadar mengambil contoh yang sederhana) adalah batuk saja atau nyeri kepala saja.



gangguan (kata benda) kumpulan dari gejala sehingga dapat disimpulkan sebagai suatu penyakit; disebut juga dengan istilah sindrom/sindroma. Maka gangguan jiwa adalah kumpulan dari berbagai gejala kejiwaan sehingga dapat disimpulkan sebagai sebuah penyakit medis dalam kesehatan jiwa. Istilah gangguan jiwa telah ditetapkan sebagai pengganti dari istilah penyakit kejiwaan, yang dianggap terlalu klinis karena sejarah kata-nya.

vi

EVA



LIETZ

masalah kejiwaan (kata benda) masalah kesehatan jiwa yang lebih ringan dibandingkan dengan hal-hal yang diistilahkan dengan gangguan jiwa. Sebagian masyarakat Indonesia menggunakan istilah gangguan jiwa untuk merujuk pada gangguan jiwa berat (seperti

skizofrenia

atau

gangguan

berwaham),

sementara

menggunakan istilah masalah kejiwaan atau masalah kesehatan jiwa untuk menyatakan permasalahan yang lebih ringan (misalnya khawatir sepanjang hari, panik, atau cemas ketika berada dalam sebuah situasi sosial).

vii

SAAT SANGKA REDA

Tentang Penulis Eva Lietz,

54 tahun, adalah perempuan yang menikah dan

memiliki anak lelaki berusia 25 tahun. Ia menjadi guru selama 27 tahun hingga saat ia mengalami gangguan penilaian realitas dan didiagnosa sebagai mengalami skizofrenia pada usia 52 tahun. Pada saat ini ia sedang mengikuti pelatihan untuk menjadi sahabat pemulihan (recovery companion), yaitu orang yang berpengalaman kejiwaan yang turut berperan serta dalam pemulihan orang dengan gangguan jiwa lainnya.

viii

SAAT SANGKA REDA Bagian Utama Buku

9

SAAT SANGKA REDA

Bagian Satu Waham, Bagiku

SEBELUM TAHUN 2017 Hingga bulan Agustus 2017 hidupku berjalan dengan lancar, aku adalah seorang guru di sebuah SLTA. Aku punya keluarga, kawankawan, serta hobi. Tapi kemudian aku mengalami delusi, aku mengalami skizofrenia, sebuah penyakit yang dialami oleh satu persen dari populasi. Sebuah penyakit dengan stigma bahwa orang-orang yang mengalaminya sebagai gila dan melakukan kekerasan. Setidaknya, aku sendiri terpengaruh oleh purbasangka semacam itu. MULAI MENGALAMI WAHAM Setelah aku mulai “bangkit”1 dari wahamku di sebuah rumah sakit

Istilah bangkit dan kebangkitan serta bangun (dari mimpi buruk) dan membangun/mendirikan (dinding pemisah terhadap delusi) -- seperti 1

10

EVA

LIETZ

jiwa, aku seperti bangun dari sebuah mimpi buruk, aku mengalami kesulitan untuk memahami secara rasional mengenai wahamku tersebut, namun aku ingat ketika semuanya berawal. Aku ingin berbicara dengan semua orang tentang wahamku dan ingin memberitahu mereka tentang wahamku tersebut sebelum masa “kebangkitanku” itu, namun aku jarang mengakui bahwa aku masih mengalami waham setelah masa “kebangkitan”-ku itu. *** Di rumah sakit jiwa2, pada sebuah sesi terapi wicara, aku mulai mengatakan bahwa aku mengalami sebuah waham, namun aku tidak membicarakan hal itu secara rinci. Ketika aku pulang dari rumah sakit jiwa tersebut, seorang pekerja dari bangsal Psikiatrik datang ke rumahku dua kali seminggu untuk membantuku kembali kepada kehidupanku. Pada saat itu dan pada waktu kemudian ia bertanya mengenai wahamku, aku sangat sukar untuk memberikannya jawaban

akan dituturkan kemudian -- adalah kosakata-kosakata yang dipergunakan oleh Ms. Lietz setelah ia mulai pulih dari waham dan halusinasinya. Pada uraian berikutnya Ms. Lietz tidak membedakan makna antara rumah sakit jiwa, bangsal Psikiatrik, rawat-inap Psikiatrik, dan Klinik. Menurut jawaban Ms. Lietz atas pertanyaan mengenai hal tersebut yang diajukan oleh penerjemah, ini adalah tempat yang sama. Kiranya ini adalah sebuah fasilitas di Jerman yang punya layanan holistik berkenaan dengan segala hal yang berkaitan dengan Kesehatan Jiwa. 2

11

SAAT SANGKA REDA

yang lebih banyak mengenai wahamku itu. Pada waktu yang sama wahamku mengejar-ngejarku seolah-olah mereka adalah monster hitam yang menimbulkan rasa malu dan rasa bersalah, yang tidak pernah melepaskan serta mengancam untuk menelanku dalam berbagai situasi, yang membuatku trauma akan waham itu dan membuatku sangat jarang hidup di luar kekuasaan waham itu di mana pun aku berada pada tahun-tahun itu. Setiap kali seseorang, sebuah tempat, atau sebuah suasana mengingatkanku akan waham tersebut selalu muncul rasa malu dan rasa bersalah yang menelan diriku. Aku menerima hasil pemeriksaan medis di sebuah klinik dengan sebuah diagnosis dengan cuplikan-cuplikan dari waham yang kualami; yang kutahu bahwa semua itu berarti aku mengalami skizofrenia. Aku sebenarnya sangat sulit untuk membaca apa yang tertulis sebagai wahamku tersebut. Pertama kali aku mampu untuk mengatasi wahamku adalah ketika menuliskan surat-surat yang menjelaskan kepada orang-orang yang penting dalam hidupku mengenainya, aku dapat merasakan rasa malu menjalari diriku. Aku coba menjelaskan bahwa itu adalah wahamku dan bukan aku yang melakukan semua hal-hal yang memalukan itu. Meskipun demikian, aku masih dikendalikan oleh wahamku. Rasa 12

EVA

LIETZ

bersalahku atas terjadinya wahamku itu masih menghantuiku.

13

SAAT SANGKA REDA

Bagian Dua Pesan-Pesan yang Tersandikan

SEKITAR EMPAT PEKAN setelah “kebangkitan”-ku atas wahamku, aku mampu bertanya soal itu kepada psikiater serta pekerja sosialku, apa yang harus kulakukan agar aku mampu menghilangkan rasa malu dan rasa bersalahku ketika bertutur tentang semua wahamku itu. Namun dalam pikirku saat itu setidaknya aku mampu bertanya demikian kepada mereka, bahkan ketika aku tak mampu bercerita secara lengkap tentang semua wahamku itu. Aku banyak membaca buku mengenai skizofrenia, aku coba menghubungi beberapa penulis beberapa buku seiring dengan hadirnya perasaan bahwa aku telah menemukan orang yang mampu memahami aku.

14

EVA

LIETZ

Lalu aku berhasil menghubungi seorang penulis. Dia menyemangati aku untuk menuliskan wahamku, agar aku kemudian mampu menegakkan sebuah dinding antara aku dan wahamku itu. Salah seorang kawanku berkata kapadaku, menulis sebuah buku akan membantu orang-orang yang mengalami skizofrenia juga. Aku berhasil menemukan orang yang mampu memahami aku, dan mereka juga merasa bahwa mereka telah menemukan orang yang juga mampu memahami

mereka.

Aku

bisa

menyemangati

mereka

untuk

membicarakan tentang waham mereka dan dengan demikian menjaga jarak dengan waham mereka. ***

Aku tak tahu persis, apakah gejala pikotik mulai kualami di tahun 2017 ketika aku pergi ke Ghana untuk liburan selama sepekan atau mungkin mulai lebih awal, ketika aku mendengar suara-suara untuk pertama kalinya pada tahun 2014 atau mungkin telah dimulai pada tahun 2013 ketika aku mengalami paranoid.

TAHUN 2013 Pada tahun 2013 aku mengalami paranoid, waham kejar dalam kaitannya dengan mania untuk pertama kalinya; artinya aku

15

SAAT SANGKA REDA

menafsirkan banyak kejadian secara salah dan kejadian-kejadian itu seolah-olah ditujukan kepadaku, yang merupakan gejala-gejala khas dari gangguan jiwa yang bernama skizofrenia. Pada Musim Semi aku pergi ke Inggris dalam sebuah program pertukaran pelajar bersama kawan-kawan dari SLTA-ku. Pemandu perjalanan, yang juga menyetir bus tersebut mengambil berbagai foto kami.

Karena

foto-foto

tersebut,

kami

masih

terus

saling

berkomunikasi. Namun setelah beberapa waktu yang tidak lama kemudian dalam pikiranku muncul seolah-olah orang tersebut mengirimkan pesan yang tersandikan melalui akun Facebook-nya; kemudian aku melihat pesan-pesan tersandi tersebut dalam folder spam dalam akun surel(surat elektronik/email)-ku. Namun aku mendapati seolah-olah semua itu khusus ditujukan untuk diriku. Keluargaku mencoba meyakinkanku bahwa itu semua adalah jenis spam yang sangat lumrah, yang bisa didapatkan oleh pengguna surel yang manapun dan semua pesan-pesannya sepenuhnya tidak bermakna. Aku pergi ke Kantor Polisi dan menjelaskan bahwa aku telah mendapatkan sejumlah pesan tersandikan melalui spam di surel dari sebuah supir bus di Inggris. Sementara itu, aku mandek merasakan waham kejarku dalam kaitannya dengan mania, baik Polisi maupun keluargaku meyakinkan bahwa tidak ada makna apa-apa di balik semua pesan surel itu. Aku berhenti membicarakan mengenai 16

EVA

LIETZ

wahamku seiring dengan tidak ada yang percaya dengan pernyataanku. Namun sebagai orang yang mengalami waham, aku yakin, bahwa wahamku itu memang benar-benar nyata. Wahamku melonjak secara cepat. Pada waktu berikutnya, ketika aku membaca spam di surel, aku merasa dimata-matai oleh supir bus tersebut. Setelah satu tahun waham kejar dan paranoid ini berlangsung, gejala khas dari skizofrenia yang lain terjadi; aku mendengar suara-suara sang supir bus sebagai suara-suara yang ada di bagian dalam pikiran dan telingaku. Aku menjelaskannya seperti ini: Kami saling terhubung satu sama lain, bahkan kini dalam arti telepatis. Suarasuara di dalam diriku membuatku merasa nyaman dan menimbulkan perasaan tidak pernah sendirian, itulah makanya aku tak pernah ingin untuk melewatkan suara-suara tersebut. Lama setelah masa “kebangkitan”-ku di Klinik, aku merasa tidak suka untuk mengatakan bahwa aku mendengar suara-suara, karena pada satu pihak aku memanfaatkan mereka dan mereka menyediakanku perasaan bahwa aku tidak pernah sendirian. Sementara pada pihak lain aku memandangnya sebagai pengkhianatan terhadap suara-suaraku itu. Aku sebenarnya berpikir bahwa pada akhirnya aku akan punya kemampuan untuk berkomunikasi secara telepatis dengan banyak 17

SAAT SANGKA REDA

orang; dan hal yang terakhir ini malah membuatku -- dalam perasaanku sendiri -- mengakui bahwa aku punya waham. Beberapa pekan setelah aku keluar dari Klinik, seorang pasien dengan gangguan psikotik menjelaskan dalam sebuah sesi terapi wicara tentang bagaimana halusinasi suaranya bekerja. Dia sendiri mengakui mendengar secara telepatis apa yang orang lain pikirkan, untuk kemudian menjawab pikiran orang tersebut dengan suara di dalam dirinya. Aku merasa bersalah dengan wahamku soal dialog-dialog telepatisku dan aku merasa bahwa itu semua hanyalah takhayul yang hanya dialami oleh orang-orang dengan pengetahuan khusus saja [atau dalam hal ini oleh para pengalam waham saja -- penerjemah]. Aku kemudian mencari kenyamanan dalam menghadapi semua wahamku itu. Aku tidak hanya merasakan seolah-olah aku menerima pesanpesan dari orang-orang di sekitarku dalam makna telepatikal, namun orang-orang

tersebut

juga

mampu

membaca

pikiranku.

Ini

membuatku berpikir bahwa aku tengah berada dalam ruang dialog internal yang terus-menerus bersama orang-orang di sekitarku; yang kurasakan sebagai membuatku nyaman karena aku menjadi merasa tidak pernah sendirian. Aku mampu menyadari bahwa wahamku hanyalah sebuah waham, 18

EVA

LIETZ

dan mendengar suara-suara hanyalah gejala dari skizofrenia. Kiranya “kebangkitan” yang tiba-tiba mengubah semacam itu disebabkan oleh obat medis di Klinik tersebut yang telah menyebabkan waham dan suara-suara itu menghilang. Aku bangun dan suara-suara itu menghilang, aku setelahnya mampu menerima informasi sama seperti aku belum mengalami waham. Keluarga dan kawan-kawanku mencoba meyakinkanku bahwa aku mengalami waham yang akibatnya adalah seolah-olah mereka semua telah berkonspirasi melawanku. Aku sangat yakin bahwa tidak ada yang salah dengan wahamku, tidak ada argumen yang dapat membujukku bahwa wahamku hanyalah sebuah waham [Maksudnya Ms. Lietz merasa bahwa wahamnya memang benar-benar merupakan kenyataan -- penerjemah]. Karena obat medisku, aripiprazole, aku mencoba menjalani setiap langkah pengobatannya. Dan kemudian berhasil dengan baik meraih pemulihanku. Aku sebenarnya merasa bahagia bahwa keluargaku ingin agar aku menerima pemulihan dengan obat medis itu melalui sebuah perintah dari pengadilan. Wahamku tetap bertahan seperti itu kondisinya hingga Musim Panas 2017, setelah itu aku masih mampu berfungsi dalam kisaran normal. Intensitas

suara-suara

meningkat,

kupikir

aku

akan

mampu

menghubungi seseorang lewat telepati dengan lebih banyak orang,

19

SAAT SANGKA REDA

namun pada waktu itu aku tak memberitahukan siapapun mengenai paranoid dan suara-suara yang aku dengar. Pada salah satu buku aku membaca mengenai skizofrenia dalam waktu setelah wahamku itu berlalu. Di waktu kemudian aku secara kebetulan membaca kalimat Sejumlah orang yang mendengar suara-suara dapat berfungsi

secara

baik

dalam

kehidupan

sehari-hari

mereka.

Memang

kenyaataannya demikianlah keadaanku [yaitu mendengar suara-suara namun tetap berfungsi secara baik -- penerjemah] hingga Musim Panas tahun 2017.

20

EVA

LIETZ

Bagian Tiga Disetir oleh Waham JULI 2017 Pada bulan Juli 2017 aku pergi ke Ghana selama sepekan dan mengunjungi sebuah sekolah di mana murid-muridnya pernah bertukar surat dengan murid-muridku. Merasakan trauma dengan kemiskinan pada sekolah dan murid-muridnya, aku mencoba memaksakan secara antusias sebuah kemitraan antara sekolahku yang dulu dan sekolah tersebut di Ghana. Hal itu kulakukan ketika aku kembali ke Jerman seiring dengan perilakuku mengabaikan tugas mengajarku. Pada saat itu paranoidku dan suara-suaraku bertambah sehingga aku yakin aku berada dalam fase mania, yang membuatku sangat memaksakan proyek Ghana untuk berlangsung. Untuk kepala sekolahku,

keterlibatan

perasaanku

dengan

Ghana

sangat

21

SAAT SANGKA REDA

mencurigakan, sehingga ia mengatakan dengan tegas kepadaku untuk menghentikan semua aktivitas dengan Ghana sama sekali. Salah satu dari suara-suara dalam diriku membuatku datang ke Kantor Federal untuk Perlindungan Konstitusi untuk memeriksa apakah kepala sekolah tersebut adalah seorang rasis. Hingga saat itu aku mampu untuk menimbang seberapa jauh perintah-perintah dalam suara-suaraku

membuatku

mandek

dalam

kenyataan,

serta

konsekuensi yang mana saja yang akan kuterima dari mengikuti perintah-perintah dalam suara tersebut. Mulai saat itu aku dikendalikan oleh suara-suara, masing-masing oleh orang-orang yang “berbicara kepadaku secara telepatis”. Aku dapat membayangkan secara baik perintah-perintah dari suara itu; sehingga mampu

membayangkan

bahwa

suara-suara

seperti

itu

dapat

mengubah seorang dengan skizofrenia untuk menjadi pelaku kekerasan. Aku sangat bangga bahwa aku jarang mendengar suara yang berbentuk perintah dibandingkan dengan suara-suara yang berbentuk dialog, yang tidak memberiku perintah untuk melakukan kekerasan. Suara berbentuk perintah itu “hanya” menjadi santapan dari wahamku tersebut serta menyetirku “hanya” untuk melanggar berulang-ulang

22

EVA

LIETZ

segala hal-hal terlarang (tabu)3 yang ada, yang akibatnya adalah, karena fase maniaku-lah yang telah menimbulkan suara-suara tersebut, telah membuatku melakukan berbagai umpatan dan pencemaran nama baik. *** Setelah aku ditangguhkan dari sekolahku -- kepala sekolah tidak punya pilihan untuk menangguhanku semacam itu setelah aku mengirimkan permintaan kepada Kantor Federal Perlindungan untuk Konsitusi untuk memeriksa apakah aku ditangguhkan dari sekolah karena sikap rasisme. Kurasa aku akan berkomunikasi dengan banyak orang secara telepatis, tidak hanya dengan supir bus, yang artinya jumlah suara-suara yang kudengar bertambah. Seiring waktu, wahamku meningkat intensitasnya, sebagaimana pada waktu itu aku mengalami “sedikit” waham kejar dalam kaitannya dengan paranoid. Aku tak bilang kepada siapa-siapa soal itu, aku kemudian memahami dan menafsirkan semuanya secara delusional, dan khas paranoidkulah yang telah menyebabkan munculnya wahamku.

Ms. Lietz menggunakan istilah “melanggar tabu” ketika merujuk hal-hal yang tidak pantas yang dia lakukan selama dikuasai oleh wahamwahamnya. Tentu saja ini adalah peristilahan yang dia gunakan setelah ia pulih, ketika ia telah menyadari semua yang dia lakukan karena waham-wahamnya itu. 3

23

SAAT SANGKA REDA

Selama aku punya akses ke hapeku serta akun surelku, aku selalu berusaha mempublikasikan wahamku di surel, Facebook, dan Whatsapp; serta kemudian dalam surat-surat yang kukirimkan secara satu-satu untuk menginformasikan hal itu ke berbagai orang; yang merupakan bagian dari wahamku yang bercerita tentang wahamku juga. Keluargaku selalu berupaya untuk merampas media komunikasi tersebut untuk mencegahku dari mempublikasikan wahamku lebih jauh lagi, yang membuatku mengubah perangkat komunikasiku. Sikap keluargaku itu seolah-olah merupakan sebuah konfirmasi bagiku bahwa keluargaku telah punya peranan dalam konspirasi global menentangku. Sementara aku melihat konspirasi yang bertentangan denganku pada apa saja dan pada siapa saja.

Pada titik waktu ini aku hanya dapat menggarisbawahi, jika sebuah waham telah mengambil alih dirimu secara total, kalian hanya dapat menemui jalan keluar dengan meminum obat medis, jika diperlukan maka sang pasien mesti diinjeksi secara paksa agar terbebaskan dari wahamnya itu. Cara lain untuk terbebas dari waham seperti itu tidak ada.

24

EVA

LIETZ

SEPTEMBER 2017 Wahamku mencakup beberapa ranah, waham dalam politik, kedokteran, dan area geografis. Satu pertanda, satu pesan saja sudah cukup untuk membuatku menafsirkannya secara berbeda ketika berhadapan dengan orang lain; juga pertanda dan pesan itu akan sudah cukup untuk menyesuaikan wahamku dengan kondisi yang baru atau memunculkan delusi yang sama sekali baru. Proses yang semacam itu pula yang telah menciptakan waham medisku. Dalam pikiranku yang berwaham, bayi-bayi manusia diciptakan dan dilahirkan dalam sebuah percobaan genetis di laboratorium. Aku kemudian melebarkan wahamku itu ke beberapa laboratorium genetis di seluruh dunia, di mana semua orang telah terciptakan dan dilahirkan. Aku melakukan penelitian mengenai gengen yang ada di laboratorium-laboratorium tersebut dan mencari para dokter yang bekerja di sana. Dengan proses berpikir yang demikian, maka aku akhirnya yakin bahwa salah satu muridku dari sekolahku yang dahulu, yang matanya biru dan berasal dari Libanon merupakan anak kandungku. Dinas Kesejahteraan Pemuda campur tangan dan menjelaskan kepada orang tuanya bahwa aku adalah orang yang berwaham. Aku kembali menyadari bahwa aku melanggar tabu namun tetap meyakini delusiku 25

SAAT SANGKA REDA

itu, yang membuatku melanjutkan penelitian mengenai gen-gen dalam

laboratorium,

namun

kemudian

aku

memilih

untuk

mempublikasikan penelitianku daripada memberitahukan orang-orang yang ada dalam pikiran berwahamku. *** Ibuku pada waktu kemudian memberitahuku, bahwa keluargaku semakin lama semakin merasa pasti, bahwa ada sesuatu yang mengkhawatirkan yang terjadi pada diriku. Waham lainnya, yang juga mulai muncul dalam waktu yang dekat setelah aku ditangguhkan dari sekolah, adalah mengenai pekerjaan bibiku sebagai Flakhelferin for Deutsche Wehrmacht. Aku ingin tahu apa sebenarnya yang dikerjakan oleh Flakhelfer, dan apakah hal itu ada sangkut pautnya dengan kunjungan bibiku ke suatu tempat bersama dengan kawan Israel-nya. Untuk itu aku mengunjungi berbagai tempat, bibiku mengajak kawan Israelnya juga dan memotret banyak tempat-tempat itu. Kukira aku melihat banyak tempat bekas Nazi di banyak foto itu. Satu tempat berkaitan dengan area penampungan curah hujan dari sekolahku yang dahulu. Di sanalah aku melakukan sejumlah penelitian dan mencoba untuk membangun sebuah kelompok yang seharusnya membantu aku menemukan tentang kediktatoran Nasionalsozialistische [Nazi] di masa 26

EVA

LIETZ

lalu di desa tersebut. Pelanggaran hal terlarang (tabu) lainnya. Karena perilaku penolakan dari orang-orang yang kucoba untuk jadikan sebuah kelompok itu, aku yakin bahwa di balik penolakan tersebut ada konspirasi global yang tengah menentangku, khususnya berkenaan dengan orang-orang terdekatku, dan aku masih tak tahu tentang apa sebenarnya konspirasi itu hingga di waktu kemudian. Akhir-akhir ini adik lelakiku mengatakan kepadaku bahwa keluargaku sebenarnya kurang yakin jika aku mengalami skizofrenia, karena pesan-pesanku kelihatannya sangat aneh;

namun ketika aku

berkomunikasi langsung dengan keluargaku aku kelihatannya dekat dengan kewajaran.

27

SAAT SANGKA REDA

Bagian Empat Pembangkit Listrik Bertenaga Nuklir

OKTOBER 2017 Pada waktu ini wahamku telah meringkusku erat-erat. Aku tak mampu lagi untuk menerima pesan tanpa mengaitkannya dengan wahamku. Sebagai tambahan terhadap gejala itu aku ketagihan untuk mendengar suara-suara. Aku secara konsisten meminta nasehat kepada suara-suara itu. Pada bulan Oktober 2017 aku pergi ke Israel. Di sana aku mengunjungi kawan dari bibiku. Kawan bibiku itu mendapatkan berbagai foto yang kuberikan kepadanya, yaitu foto-foto di beragam tempat yang telah dikunjungi oleh bibiku itu. Dari ketinggian Gunung Haifa kupikir aku melihat Pembangkit Listrik Bertenaga Nuklir; tapi aku tidak melihat adanya penjagaan di 28

EVA

LIETZ

perbatasan Tepi Barat. Pembangkit Listrik Bertenaga Nuklir sebagaimana tidak adanya penjagaan di Tepi Barat telah membuatku tidak mau diam, yang membuatku untuk menyampaikannya kepada keluargaku agar mereka melihat dari kedua sisi; sebagai konfirmasi apakah aku berhalusinasi atau tidak. Aku percaya bahwa Pemerintah Jerman telah terlibat dalam pembangunan Senjata Nuklir dan berpura-pura ada di pihak Palestina. Hal itu membuatku memesan ulang perjalanan pulangku, berpura-pura mengalihkan penerbangan dari Jerman ke Inggris. Padahal sebenarnya aku terbang sebaliknya, dari Inggris ke Jerman. Wahamku menyuruhku untuk melakukan penelitian dalam hal konspirasi negara Jerman, yang telah menguasaiku di atas waham kejarku waktu itu. Wahamku yang terakhir ini telah menelan wahamku yang sebelumnya, yang membuatku melakukan penelitian dan melakukan publikasi. Karena dikuasai oleh waham, maka segala tindakanku menjadi tidak ada gunanya. Perjalananku ke Israel telah menguatkan wahamku. Kawanku, dua orang dokter

telah mencoba

mencegahku untuk melakukan

perjalanan ke Israel dengan menghubungi agen perjalanan, suamiku, dan juga melalui layanan Psikiatrik. Melakukan perjalanan dalam kondisi berwaham menjadi terkuatkan 29

SAAT SANGKA REDA

dengan adanya penglihatan “Pembangkit Listrik Bertenaga Nuklir” dan hilangnya penjagaan di perbatasan di Tepi Barat. Dalam pandanganku kemudian, dua kawanku terlibat dalam konspirasi global menentangku. Aku mengembangkan waham yang lain dalam kaitannya dengan mendiang saudara dari mertuaku. Semua saudara kandungku bersama dengan pasangannya harus menandatangani bahwa mereka tidak mewariskan hutang. Pikiranku mengatakan bahwa itu adalah hutang dari kediktatoran Nazi dan aku kemudian mewawancarai keluarga suamiku karena wahamku itu. ***

30

EVA

LIETZ

Bagian Lima Kennedy

NOVEMBER 2017 Setelah perjalananku ke Israel aku setuju akan saran dari keluargaku untuk dirawat di sebuah bangsal Psikiatrik. Pada sebuah sesi terapi, sang psikiater berkata kepada ayahku agar “tidak menggunakan sindiran kepada orang yang punya gangguan jiwa”, namun sudah terlambat, wahamku telah mengumpaniku dengan sebuah pesan baru. Ayahku telah menjawabku mengenai pertanyaan rewelku mengenai arti Flakhelfer, bahwa para Flakhelfer adalah yang bertanggung jawab atas pembunuhan Kennedy dan Peristiwa 11 September. Aku menyetujui untuk dirawat-inap di sebuah bangsal Psikiatrik, tanpa menyimak secara seksama bahwa aku memang punya gangguan yang serius. Aku terguncang oleh “Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir” dan “hilangnya penjagaan terhadap Tepi Barat”, namun aku

31

SAAT SANGKA REDA

sama sekali tidak memandang diriku sebagai punya gangguan, dan dengan demikian aku tidak merasa punya kebutuhan untuk meminum obat medis. Selama rawat inapku yang kedua di bangsal Psikiatrik itu, ketika

aku

terbangun

karena

“mimpi

burukku”,

psikiaterku

menjelaskanku kepadaku, bahwa aku mungkin sudah mengalami halusinasi visual ketika di Israel. Pada waktu itu aku tak merasakan bahwa aku tengah mengalami gangguan kejiwaan. Aku masuk ke Bangsal Psikiatrik karena intervensi Polisi yang memasukkanku ke Bangsal Psikiatrik berkunci. Para mahasiswa kedokteran di sana, yang kuyakini waktu itu sebagai anak kandungku, mengunjungiku di ruang bangsalnya yang terbuka; aku pergi berenang dengannya, Klinik kemudian menangkapku dengan surat perintah Kepolisian terbaru. Anggota kepolisian yang kutanya mengenai semua itu mengatakan bahwa semuanya karena surel yang kukirimkan ke kepala sekolahku. Sementara sang kepala sekolah tersebut telah menerima perintah pengadilan bahwa aku tidak akan dihubungi olehnya lagi, karena jumlah

surel

dari

pihakku

untuk

mengontaknya

guna

memberitahukan soal delusiku. *** Di Bangsal Psikiatrik aku menciptakan delusi juga. Aku menafsirkan 32

EVA

LIETZ

penilaianku terhadap pasien yang lainnya apakah mereka cocok dengan wahamku yang telah ada; atau, jika tidak, akan muncul delusiku yang baru. Fakta bahwa aku mengidentifikasi bahwa baik warga Palestina maupun warga Israel adalah para korban dari serangan terorisme menggiringku kepada waham berikutnya, bahwa sekolahku yang sebelumnya terlibat dalam serangan-serangan teroris tersebut dan telah melatih murid-muridnya sebagai teroris. Aku percaya bahwa ada sebuah sekolah di Tel Aviv, yang para muridnya dilatih sebagai teroris oleh para mitra kerjaku di sekolah itu. Pada keyakinan delusionalku yang tak tergoyahkan oleh fakta tersebut, aku mewawancarai para murid dan para mitra kerjaku dari masa lalu mengenai sekolah tersebut, yang membuatku dilaporkan sebagai mencemarkan nama baik. Aku menjawab, “Laporan adalah publikasi yang baik.” Delusiku begitu tak tergoyahkan sehingga aku kelihatan begitu angkuh. Ibuku kemudian mengatakan kepadaku bahwa aku hanya mau mendengarkan kebenaran yang kuyakini dan tidak mau mempertimbangkan apakah keyakinanku itu benar atau tidak. Keluargaku dan kawan-kawanku menjadi semakin terjelaskan dengan kondisiku, bahwa aku memang mengalami skizofrenia; serta mereka mau bekerjasama -- tambah lagi berhasil membujukku -- untuk

33

SAAT SANGKA REDA

mengambil

seorang

pendamping

hukum

sehingga

dapat

memaksakanku untuk meminum obat medis. DESEMBER 2017 Pada bulan Desember 2017, ayahku sakit parah; dari ruang bangsal yang terbuka aku pergi mengunjunginya dengan menggunakan kereta di rumah sakit dekat dengan rumah orang tuaku. Aku punya kesulitan yang semakin meningkat untuk berkonsentrasi; beberapa kali aku naik kereta yang ternyata salah jurusan. Aku tinggal di Bangsal Psikiatrik hingga bulan Januari 2018, akhirnya aku dipindahkan ke ruang bangsal yang terbuka, akan tetapi dapat kurasakan bahwa wahamku tetap ada, bahkan meningkat. Aku yakin bahwa aku telah meminum obatku. Aku seharusnya meminum Valproat, Litium, dan Olanzapin. Dengan setiap efek samping obat medis

yang kubaca dari setiap leaflet kemasannya membuatku

merasakan ketakutan demikian kuat, sehingga membuatku menolak untuk meminum obat dan/atau meyakini bahwa “aku telah” meminum obatnya [maksudnya padahal sebenarnya obatnya tidak diminum -- penerjemah]. Kamus milikku, Bittere Pillen (Pil-Pil yang Pahit), yang kujadikan sebagai rujukan harian karena mengandung info semua obat medis beserta zat pembuatannya, juga dengan berbagai efek sampingnya, 34

EVA

LIETZ

yang dibelikan oleh orang tuaku ketika di klinik, tiba-tiba menghilang, yang memperkuat kecurigaanku, bahwa aku di klinik tersebut hanya dibuat menjadi bungkam atau untuk diracuni. Keluargaku kemudian beradu pendapat membelaku bahwa aku sudah seharusnya dipulangkan dan tinggal di rumah ibuku. Wahamku telah secara masif menjadi kuat sementara aku melihat Klinik tersebut sebagai pusat kesehatan yang merupakan bagian dari konspirasi global yang memusuhiku.

35

SAAT SANGKA REDA

Bagian Enam Pembuat Biografi Rangkap

JANUARI 2018 Setiap perubahan tempat kelihatannya telah memperkuat wahamku lebih jauh serta telah menambah delusiku, seperti pindah ke rumah orang tuaku. Di kampungku, paranoidku menjadi semakin tidak masuk akal. Aku lihat ibuku sebagai bagian dari konspirasi yang memusuhiku sehingga aku kemudian pindah menginap di hotel; aku berpindah-pindah hotel karena aku waspada akan keamananku terhadap para penguntit.

Aku mengubah-ubah jalan yang kulewati dari dan menuju hotelku setiap hari, sehingga para penguntitku tidak dapat menemukan lokasiku. Aku membarikade pintu kamar hotelku. Pada masa ini ayahku meninggal dunia. Aku tak dapat percaya akan kematiannya dan tetap melihatnya di antara orang-orang yang menguntitku.

36

EVA

LIETZ

FEBRUARI 2018 Aku pergi ke Pameran Buku di Kota Leipzig. Aku ingin melakukan penelitian lebih dalam mengenai delusiku. Pada buku-buku yang dijual, kukira setiap buku punya pesan yang khusus ditujukan untukku. Sehingga pada diriku muncul dua delusi lagi. Buku Das Jahrhundert der Doppelbiografien (Abad Para Pembuat Biografi Rangkap) telah membuatku menciptakan delusi, bahwa dua orang telah memiliki identitas yang identik satu sama lain.

Aku mulai mencatat, di mana setiap identitas yang berdekatan denganku telah menyesuaikan identitasnya, sehingga tercipta identitas sebagai tambahan terhadap identitasnya yang asli. Buku tentang penyatuan kembali negeri Jerman telah membuatku berdelusi bahwa penyatuan kembali sebenarnya diprakarsai dan dimulai oleh Jerman Barat.

MARET/APRIL 2018 Sementara aku pindah ke rumahku lagi, aku sering mengunjungi para pasien dari bangsal Psikiatrik tersebut. Dalam bangsal Psikiatrik yang terkunci seorang perempuan yang berasal dari Irak mengatakan kepadaku bahwa ayahnya adalah Saddam Hussein dan seluruh

37

SAAT SANGKA REDA

keluarganya dikunci dalam lingkungan keluarganya. Mungkin ia telah psikotik bersamaan waktunya dengan masa psikotikku. Dalam kondisiku waktu itu aku tak punya kemampuan untuk melihat hal itu. Sebagai tambahan pula aku mengembangkan sebuah waham yang baru: konspirasi global telah menculik para politikus dari seluruh dunia untuk tetap membuatnya menjadi tawanan di negaraku, yang lokasi penawanannya berdekatan dengan sekolahku yang sebelumnya. Sementara itu aku melihat mendiang ayahku sebagai lelaki tua yang baik yang selalu berada di sekitarku. Karena berkaitan dengan pekerjaan mendiang ayahku, yaitu fisikawan nuklir, serta fatamorgana mengenai Pembangkit Listrik Bertenaga Nuklir, muncul delusiku berikutnya, bahwa konspirasi global punya tempat persembunyian senjata nuklir di seluruh penjuru dunia. Sementara keluargaku telah memblokir akun surelku, namun aku masih punya akun Facebook dan mencari teman di Facebook dari seluruh penjuru dunia, aku mampu memberitahukan mengenai isi waham terakhirku itu. Aku menemukan banyak teman Facebook dari luar negeri, yang kemudian penilaian mereka telah kutafsirkan secara delusional juga, sehingga memicu munculnya delusi baru. Maka satu delusi kemudian muncul untuk mengikuti delusi yang telah ada, demikian seterusnya. 38

EVA

LIETZ

Suamiku mengatakan kepadaku bahwa ia kini memahami arti istilah “gila” secara berbeda, “gila” sebagai sebuah ketidakteraturan. Ini merujuk pada caraku menafsirkan semua pesan serta penilaian dan sebagainya, secara berbeda dalam kaitannya dengan diriku sendiri. Padahal sebenarnya, aku mampu untuk menafsirkan pesan-pesan dan penilaian-penilaian sebagaimana dimengerti oleh orang sehat. Pasien lain di bangsal Psikiatrik pastilah telah sama psikotiknya denganku, karena ia mengira bahwa ia adalah anak perempuan dari Saddam Hussein. Ia yakin bahwa ia adalah seorang guru di Tel Aviv, di mana sekolahku yang dulu telah melakukan pelatihan untuk para teroris. Aku memesan perjalanan ke Israel untuknya dan untuk diriku untuk

memeriksa

mengenai

kondisi

sekolahnya;

aku

ingin

mengunjungi beberapa teman Facebook-ku yang ada di Palestina dan aku ingin mengecek mengenai Pembangkit Listrik Bertenaga Nuklir, senjata nuklir, dan hilangnya penjagaan terhadap Palestina. Bagi keluargaku, perjalananku itu terlalu delusional karena melihat kondisi medisku yang kelihatan sangat tidak stabil bagi mereka, sehingga mereka secara sembunyi-sembunyi mengambil pasporku. Pada waktu itu aku tak dapat memandang bahwa mencuri pasporku merupakan cara untuk melindungiku dari diriku sendiri, namun malah menambah kuatnya wahamku bahwa keluargaku punya sesuatu

39

SAAT SANGKA REDA

yang disembunyikan di Israel. *** MEI 2018 Aku berhasil mendapatkan paspor baru. Namun aku merasa bahwa aku semestinya tidak pergi ke Israel. Aku punya beragam kawan di negeri-negeri berbahasa Arab, di mana aku menaruh syak wasangka bahwa sesuatu yang tidak beres telah terjadi, lebih jauh lagi konspirasi global kini mendunia, jadi di manapun aku melakukan penelitian maka semuanya akan relevan [maksudnya semuanya menjadi sesuai dengan isi waham Ms. Lietz -- penerjemah]. Sebagai tambahan, aku yakin bahwa salah satu teman Facebook-ku mendapatkan siksaan karena mereka telah menghubungiku, maka aku memutuskan untuk segera bertindak guna menghentikan siksaan tersebut. Aku melakukan perjalanan ke Tunisia dan mengunjungi teman Facebookku itu. Di Tunisia kami mengalami sebuah kecelakaan mobil, kemudian kami dibawa ke sebuah rumah sakit. Kecelakan lalu-lintas dan kondisi medis di Tunisia memperkuat delusiku lagi, khususnya karena rumah sakit tersebut tempat kami dirawat direnovasi tiba-tiba. Ketika kami meminta tagihan rumah sakitnya pada keesokan harinya, kami 40

EVA

LIETZ

dipindahkan ke gedung yang baru. Aku tidak ditunjukkan mengenai tampak isi bangunan yang lama yang direnovasi, walaupun kemudian keinginanku dituruti saat aku memaksa untuk dirawat-inap di bangunan yang lain. Pada bangunan yang lama kami ditunjukkan pancuran-mandi (shower) dengan tanda Ne fumer pas (Dilarang merokok) pada hari lainnya; sebagai tambahan di Tunisia, tidak hanya orang-orang telah disiksa namun juga ada kamar-gas; itu merupakan wahamku yang terakhir. Aku ingin pergi ke polisi untuk melaporkan kejadian kecelakaan mobilku dan aku juga ingin menyortir daftar bersama perusahaan penyewaan mobil, namun keduanya tidak bisa dilakukan karena tidak ada yang mengangkat teleponku. Pihak Kepolisian tidak menuliskan laporan tentang kecelakaan kami dalam sisa waktu tiga hari hingga aku pulang kembali ke Jerman. Pada waktu itu aku tidak mampu untuk memandang bahwa sebenarnya kedua hal itu adalah akibat dari etos kerja di negara Tunisia, namun melihatnya sebagai adanya konspirasi global yang melatarinya. Aku harus kembali terbang ke ke Tunisia setelah tiba di Jerman, demikian pikirku, maka aku pun memesan penerbangan berikutnya ke Tunisia. Setidaknya aku ingin melihat laporan pihak Kepolisian mengenai kecelakaan mobilku dan aku yakin bahwa teman Facebook41

SAAT SANGKA REDA

ku dari Tunisia disiksa kembali setelah aku meninggalkannya. Bagi keluargaku, sebuah perjalanan ke Tunisia adalah sebuah kegilaan, mereka bahkan tidak yakin bahwa kecelakaan mobilnya benar-benar terjadi, bahwa aku tidak berhalusinasi mengenainya. Maka yang mereka lakukan adalah mengambil pasporku secara diam-diam sesaat sebelum aku terbang kembali ke Tunisia.

42

EVA

LIETZ

Bagian Tujuh Swedia Menutup Pintu

JUNI 2018 Dalam sebuah komunikasi lewat aplikasi konferensi video dengan murid itu, kupikir ia adalah benar-benar anak kandungku, kukira ia berada di Swedia bersama-sama dengan dua kawannya. Aku melihat memang benar ada pelatihan terorisme di sekolahku yang dulu di Tel Aviv. Aku pergi ke Swedia karena aku berpikir bahwa ketiganya dapat menerobos ke Swedia dengan paspor Libanon atau Suriah mereka, aku mengatakan kepada pihak Kepolisian bahwa mereka adalah imigran ilegal karena ketiganya masih di bawah umur. *** Di sebuah benteng di Malmö aku berkunjung ke sebuah pameran yang berjudul The Mexican Suitcase (“Koper Orang Meksiko”), yang juga menunjukkan foto-foto dan film-film mengenai Perang Saudara

43

SAAT SANGKA REDA

di Spanyol. Aku belajar di museumnya juga, bahwa Himmler telah berbohong pada Hitler berkenaan dengan jumlah orang Yahudi yang bermigrasi ke Swedia. Kedua hal tersebut meyakinkanku bahwa konspirasi global Nazi memang benar-benar ada. Aku punya kesulitan yang semakin lama semakin bertambah mengenai fungsiku dalam mengerjakan rutinitas sehari-hari. Di stasiun di Malmö aku yakin tidak ada lagi kereta yang sedang beroperasi,

Pemerintah

Swedia

telah

memaklumatkan

sebuah

peringatan mengenai aksi terorisme karena teleponku ke pihak Kepolisian sebelumnya; dan dengan demikian maka Swedia telah menutup pintu masuknya untuk negara lain. Di bandara di Malmö aku yakin telah mengenali pertanda yang sama mengenai peringatan mengenai teror tersebut dengan demikian aku menjadi yakin bahwa tidak ada lagi pesawat terbang yang akan terbang ke

dan

dari

Swedia.

Itulah

yang

kemudian

membuatku

memperpanjang masa tinggalku di Swedia beberapa kali. Kereta yang kunaiki beberapa hari terakhir setelah aku berencana untuk meninggalkan Swedia, menyeberang perbatasan dari Denmark ke Jerman dengan menggunakan kapal feri di seberang Öresund, di mana keretanya juga pernah dibuat dan dikapalkan dengan feri yang sama sebelumnya. Aku yakin bahwa keretanya beroperasi di luar 44

EVA

LIETZ

jadwal dan mengambil jalur tersebut karena ada orang-orang yang berusaha mengejarku dalam kereta yang sama. Wahamku masih meningkat dalam artian ada tambahan-tambahan delusi, yang semakin lama semakin tidak rasional. Kecurigaan awalku bahwa teman Facebook-ku telah disiksa terjadi karena aku diyakinkan oleh wahamku yang baru. Ibuku keberatan,”Lelaki itu kelihatan bahagia dan santai pada foto tersebut, tidak kelihatan sama sekali bahwa ia telah disiksa,” maka delusiku yang berikutnya pun datang. Konspirasi global pastilah telah mampu menggerakan orang-orang dalam dimensi ke-4, yaitu memindahkan mereka dari satu waktu ke waktu lainnya dengan sebuah mesin waktu; ini pasti mungkin dengan radiasi nuklir. Aku membeli dua pencacah Geiger4 dan mengukur radiasi pada tempat-tempat yang berbeda. Menara untuk Internet kulihat sebagai penyamaran bagi mesin waktu. Mesin waktu ini tidak hanya mampu memindahkan dari waktu ke waktu, namun juga mampu memindahkan dalam kecepatan cahaya. Aku membaca buku tentang kecepatan cahaya.

Pencacah Geiger adalah alat ukur yang dapat dibawa-bawa untuk mengukur kadar radiasi nuklir. Biasa digunakan untuk mengukur radiasi di tempat-tempat yang dicurigai kadarnya melebihi batas toleransi manusia. 4

45

SAAT SANGKA REDA

Itu adalah sebuah penjelasan mengapa banyak identitas orang-orang di sekitarku telah menjadi demikian adaptif dengan lingkungan sekitarnya. Aku yakin bahwa aku telah menemukan bukti bahwa pergerakannnya memang pada kecepatan cahaya. Warna coklat pada area berumput adalah tempat di mana orang-orang itu mulai bergerak pada kecepatan cahaya atau telah berhenti dari kecepatan cahaya, maka dengan demikian area dengan warna coklat itu adalah area yang terbakar karena “sorot sinar” yang dipancarkannya. Delusiku telah membawaku dari sebuah film tentang mata-mata yang menegangkan menjadi sebuah fiksi ilmiah.

Semuanya kujelaskan kepada ibuku, terutama mengenai mengapa teman Facebook-ku tidak terlihat seperti telah disiksa. Aku mengirimkan surat mengenai delusiku itu ke berbagai Bagian di Kepolisian, Pasukan Pemadam Kebakaran, dan orang-orang yang hidup berdekatan dengan tempatku di mana aku mengukur kadar radiasi nuklir.

JULI 2018 Aku ingin melihat mengenai kamar gas yang seharusnya ada di Tunisia, dan aku ingin membebaskan teman Facebook Tunisia-ku itu dari siksaannya, karena ia telah mengontakku lagi. Segera setelah aku 46

EVA

LIETZ

mendapatkan paspor yang baru, aku memesan penerbangan ke Tunisia dan selalu tetap membawa pasporku ke mana-mana untuk mencegah keluargaku

mengambilnya

secara

diam-diam.

Mereka

selalu

mengambil pasporku secara diam-diam karena aku sangat sensitif dengan perdebatan, bahwa sebaiknya aku tidak melakukan perjalanan.

Di Tunisia, aku mengunjungi rumah bekas mantan menteri luar negeri, yang sekarang menjadi museum. Aku kemudian yakin bahwa orang ini masih hidup, diculik, dan kemudian ditawan oleh sekolahku yang dulu di suatu tempat di Jerman. Lalu aku pun berpikir aku telah mengenali wajah Bashar Al-Assad sebagai salah satu pengungsi Syria di kota tempat tinggalku di Jerman. Pengungsi Syria tersebut menemukan suratku untuknya dan untuk Kepolisian tentang “identitas yang sebenarnya” dari diri dia. Dan dia menganggapnya sebagai hal yang luar biasa aneh.

AGUSTUS 2018 Setibanya di Jerman aku membaca beragam surat kabar, mencoba memeriksa berita-berita apakah ada pesan-pesan yang tersembunyi yang sengaja dikirimkan untukku. Seiring dengan konspirasi global yang memang mendunia [menurut waham Ms. Lietz tersebut -penerjemah], kulihat berita-berita sebagai pesan-pesan dari seluruh 47

SAAT SANGKA REDA

dunia yang dikirimkan untuk memberitahuku mengenai adanya konspirasi global itu.

48

EVA

LIETZ

Bagian Delapan Seberapa Kuatkah Waham yang Kualami?

Selagi aku menyaksikan skenario Hari Akhir, suatu hari di supermarket kulihat semua silet cukur telah terjual habis, kupercaya bahwa orang-orang telah membeli semua silet cukur seiring dengan pengetahuan mereka bahwa akhir dunia akan datang. Aku juga yakin telah melihat pertanda-pertanda pertama bahwa orang-orang telah sengaja berlama-lama ketika berada di tempat penjualan dan penyewaan kendaraan serta di toko-toko yang menjual barang-barang multimedia. Aku juga percaya bahwa aku telah diracuni sehingga aku hanya memakan makanan yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan besar. Wahamku telah mendominasi kehidupan sehari-hariku.

49

SAAT SANGKA REDA

SEPTEMBER 2018 Sementara itu keluargaku telah dengan sangat erat bekerjasama agar aku mendapatkan pendamping hukum agar aku dirawat-inap di rumah sakit. Dalam tindakan keluargaku agar aku mendapatkan pendampingan hukum aku melihat adanya upaya untuk mencurangi saham yang akan kudapatkan dari warisan ayahku. Aku melihat akan adanya jumlah uang yang banyak yang membuat keluargaku sangat intens agar membuatku mendapatkan perawatan medis yang sesuai dengan hukum. Wahamku-lah yang meyakinkan bahwa keluargaku ingin mencuri uangku, lebih terkonfirmasi lagi, dengan upaya saudara kandung lelakiku memblokir kartu kredit dan rekening bankku untuk mencegahku bepergian lebih jauh. Aku juga memandang bahwa kegiatan terorisme di sekolahku yang dahulu sebenarnya dibiayai oleh keluargaku. Aku juga yakin bahwa mitra sekolah tersebut, yang ada di Inggris, bekerjasama dalam kegiatan-kegiatan terorisme. Dalam surat yang beragam kepada semua orang yang terlibat serta Departemen Kepolisian yang terkait, aku menjelaskan wahamku itu. Dalam sebuah proses untuk pengadilan tentang pendampingan hukumku, aku yakin bahwa hakim pada waktu itu adalah sepupuku. *** 50

EVA

LIETZ

Aku akhirnya menerima kutipan dari sebuah pengadilan di Tunisia mengenai

kecelakaan

mobilku.

Lagi,

aku

memesan

sebuah

penerbangan ke Tunisia, menjaga agar pasporku selalu bersamaku; lalu pergi ke bandara pada hari ketika penerbangan dijadwalkan untuk berangkat. Di bandara aku menemui kenyataan bahwa penerbanganku ke Tunisia telah dibatalkan oleh keluargaku. Aku kemudian membeli tiket secara langsung di bandara. Selama proses naik ke pesawat (boarding) aku diberitahu oleh keluargaku agar aku tidak naik ke pesawat. Anak lelakiku telah memberitahu pimpinan eksekutif di Lufthansa bahwa aku mengalami skizofrenia dan tidak punya kemampuan untuk bepergian jauh. *** Dalam wahamku aku tidak melihat bahwa pesawat lepas landas atau mendarat di bandara tersebut; ini kemudian memunculkan delusiku yang berikutnya: Tidak ada lagi pesawat yang akan terbang!. Wahamku menjadi sebuah skenario Hari Akhir. Di toko aku melihat orang-orang sengaja berlama-lama. Aku ingin pergi ke Tunisia melalui kereta api, namun aku tak melihat kereta yang beroperasi secara biasanya dari stasiun ke stasiun. Aku memutuskan untuk bepergian ke Tunisia dengan sepeda. Aku

51

SAAT SANGKA REDA

merencanakan perjalananku seiring dengan keyakinanku bahwa dunia akan berakhir setelahnya.

Keluargaku merenggut rencana perjalananku dengan sepeda tersebut melalui cara aku dirawat inap, khususnya karena aku tak lagi mengenali adik lelakiku sebagai dirinya ketika berada di bandara, namun aku melihatnya sebagai sebuah rangkapan (double) dari dirinya. Karena perintah pengadilan aku terdampar lagi di sebuah bangsal Psikiatrik.

OKTOBER 2018 Karena aku menolak lagi untuk meminum obatku, wahamku tetap ada atau malah meningkat semakin gawat. Mengapa aku tak melihat adik lelakiku sebagai dirinya namun sebagai rangkapannya? Otakku yang

mengalami

gangguan

menemukan

jawabannya

terhadap

pertanyaan itu, juga di Klinik, di pusat medis untuk konspirasi global. Aku yakin bahwa klinik tersebut telah mengambil cairan otak dari masing-masing orang dan menyuntikkannya ke otak orang lain, yang kemudian mengambil identitas orang pertama tersebut. Sehingga orang-orang yang terlibat dalam konspirasi mampu memiliki beberapa identitas yang berbeda-beda. Ketika aku berada di Klinik, binatang-binatang juga mulai bicara 52

EVA

LIETZ

kepadaku secara telepatis. Aku yakin bahwa binatang-binatang itu juga sebenarnya adalah manusia juga, yang telah diubah ke dalam bentuk hewan. Di samping semua halusinasi pendengaranku, aku juga punya halusinasi visual. Di luar area bangsal Psikiatrik yang dikunci, aku yakin bahwa aku melihat seorang pasien yang lain melompati pagar. Wahamku yang berikutnya pun muncul setelah halusinasi itu. Aku yakin bahwa hal itu dimungkinkan karena adanya penanaman (implant) secara artifisial/buatan kemampuan lompat dalam sendinya, sama seperti orang yang dapat melompat sangat tinggi, misalnya Superman. Aku melihat-lihat tanaman di luar area tersebut dalam waktu-waktu tertentu. Aku yakin bahwa aku telah menemukan bukti bahwa, bahkan tanaman, telah melalui perjalanan waktu; ketika mereka bertumbuh dengan tidak beraturan. Aku teringat pada film Back to The Future. Pada satu besuk-nya ke rawat inap itu, adik lelakiku mengatakan dengan sangat terkejut kepadaku,”Nampaknya kau sangat meyakini apa yang kaukatakan.” Selama rawat inapku yang kedua itu, dalam Klinik salah satu suara “telepatis”-ku mengatakan, bahwa salah satu obat yang kuminum

53

SAAT SANGKA REDA

adalah plasebo5, aku dapat mengambilnya, itulah makanya obat yang kuminum tidak punya efek samping. Obat itu adalah aripiprazole yang kuminum secara teratur sejak saat itu. Ini menjagaku dari pemaksaan dalam minum obat, yang keluargaku telah pinta lewat perintah dari pengadilan. Obat medis aripiprazole telah membuatku bangkit untuk keluar dari satu hari ke hari lainnya seperti bangun dari sebuah mimpi buruk, yang telah kusadari pada waktu sebelumnya sebagai bukan mimpi buruk sama sekali, namun sebagai hal yang benar-benar nyata. Aku bahkan tidak mampu untuk menyadari saat sebelum itu, bahwa aku tengah berada di rumah sakit yang coba menolongku, yang ingin menolongku. Kliniknya, sama sekali tidak berkaitan dengan konspirasi global yang memusuhiku. Kepala Bagian Psikiatriknya bahkan telah bertanya kepadaku selama rawat inap keduaku itu, “Apakah kau percaya kepadaku? Apakah aku tidak menimbulkan bahaya bagimu?” Setelah kebangkitanku itu, aku pindah ke bangsal Psikiatrik yang terbuka dan diperbolehkan pulang pada akhir Januari 2019. Lalu aku

Plasebo adalah obat yang disarukan sebagai obat yang berkhasiat padahal tidak mengandung zat yang dijanjikan. Biasanya merupakan sebuah kontrol pada percobaan obat medis, untuk membuktikan bahwa kesembuhan memang merupakan hasil dari zat yang sedang diteliti dan bukan merupakan hasil sugesti belaka. 5

54

EVA

LIETZ

pun memulai upaya untuk menyelesaikan permasalahanku dengan trauma dan wahamku: Bagaimanakah jika aku menghadapi seseorang yang bertentangan dengan delusiku? Apakah aku harus pergi meninggalkan rumah lagi? Wahamku telah menyebabkan pelanggaran atas sebuah hal terlarang (tabu) lalu menyusul pelanggaran atas hal terlarang (tabu) yang lainnya. Menuliskan delusiku aku terperangah betapa akutnya yang otakku lakukan kepadaku, dan betapa kreatifnya sebuah otak yang punya gangguan itu. Keluargaku telah mengambil pasporku beberapa kali, untuk mencegah perjalanan baruku yang penuh dengan gangguan kejiwaan. Setiap aku membuat paspor yang baru untuk kemudian melakukan perjalanan lagi, aku tak memandang bahwa keluargaku merasa khawatir denganku, bahwa aku mungkin tidak akan bisa berkomunikasi lagi dengan mereka. Pada fase maniaku, kurasakan aku bagaikan terbakar api dan selalu merasa bahwa aku butuh pergi untuk melakukan penelitian agar menemukan bukti atas delusiku itu. Pada proses ini aku telah membuat delusiku bertumpuk-tumpuk dengan yang lain; yang kesemuanya ingin aku teliti dan kemudian aku publikasikan.

55

SAAT SANGKA REDA

Pada kejadian setelah wahamku berlalu, aku dapat membagi hidupku dalam tiga fase: FASE 1: Sebelum psikosis FASE 2: Saat mengalami psikosis. FASE 3: Setelah psikosis. Adik lelakiku, yang merupakan pendamping hukumku juga, mengatakan kepadaku, bahwa aku telah mendefinisikan fase sebelum psikosis. Aku hanya dapat menjawab satu kalimat, “Tidak satu pun dari semua itu telah mendefinisikanku demikian bermakna seperti pada fase psikosis.” Keluargaku pasti telah mengalami trauma secara mendalam karena berurusan denganku sebagai orang dengan skizofrenia. Aku bertanya kepada ibuku, jika ia dapat menuliskan waham-wahamku dari sudut pandangnya. Ia menjawab, “Aku tidak mau, karena semuanya masih terlalu mentah dan baru saja berlalu.” Ia berpikir mengapa aku yang mengalami delusi, mengapa aku yang mengalami skizofrenia dan bukan adik lelakiku. Aku pada waktu kecil selalu sensitif, juga sepupuku pastilah telah mengalami depresi [yaitu “kemurungan dalam yang tak dapat dihibur -- penerjemah] karena kemudian ia meninggal bunuh diri pada usia 30 tahun. 56

EVA

LIETZ

Kepala sekolah membantuku mengecek jika aku bisa kembali ke sekolah sebagai guru. Selama waktu pengecekan persyaratan itu anakku dan saudara kandung lelakiku ikut hadir. Sang psikiater dan sang pemeriksa sama-sama bertanya, hal terburuk apa yang telah terjadi pada kedua keluargaku itu selama aku ada dalam fase psikosis. Adik lelakiku menjawab, Ia tidak mengenali diriku sebagai diriku lagi. Pada waktu itu aku melihat bahwa semua orang di manapun telah punya rangkapan (double) dari diri mereka yang asli. Anak lelakiku menjawab, dalam fase psikosis tersebut, ia telah membujuk pimpinan eksekutif Maskapai Lufthansa untuk tidak membiarkanku naik ke pesawat yang akan terbang ke Tunisia karena kondisi skizofreniaku saat itu; yang kemudian polisi menahanku di rumahku sendiri, karena aku tak dapat melihat perlunya pengobatan Psikiatrik; dan dengan demikian aku kemudian dipindahkan ke rawat inap Psikiatrik. Aku telah menolak untuk pergi dengan menaiki ambulans secara sukarela. Pada kali pertama, anak lelakiku ingin membaca laporanlaporan Klinik soal diriku, namun ketika ia tiba pada poin bahwa mereka telah membuat daftar mengenai jenis-jenis wahamku, ia tak mampu lagi untuk membaca lebih lanjut. Seorang pasien rawat-inap dari Klinik yang lain, yang kutemui pada 57

SAAT SANGKA REDA

waktu ada dialog-tiga-pihak (trialogue)6 antara para pasien, keluarga, dan petugas bangsal Psikiatrik, bertanya kepadaku, bagaimana caranya aku bisa melanjutkan kehidupan setelah mengalami psikosis. Terhadap pertanyaan tersebut aku hanya bisa menjawab, “Hal itu butuh waktu.” Kuharap, setelah menuliskan semua mengenai waham-wahamku, diharapkan aku mampu membangun dinding terhadap wahamku; demikian kata penulis7 yang telah menuliskan soal waham itu. Dokter dari Dinas Kesehatan lalu berkata kepadaku, bahwa aku butuh membangun sesuatu yang baru; sehingga semua kawan dan kenalanku tahu bahwa mereka dapat mempercayaiku lagi. Mungkin ini adalah tiga cara bagaimana dapat hidup setelah mengalami psikosis: 1. Mendirikan dinding pemisah antara diriku dengan psikosis. 2. Satukan kepingan-kepingan hidup dan secara terus-menerus terus mengembangkannya. Trialog (trialogue) kiranya adalah istilah baru yang bisa dijadikan untuk menamai apa yang sebenarnya telah sangat sering dilakukan di Kesehatan Jiwa di Indonesia oleh ketiga pihak ini, yaitu sang orang dengan gangguan jiwa, keluarga, dan petugas kesehatan itu sendiri. 6

Ini adalah penulis (mengenai gangguan psikotik) yang sama yang dibicarakan pada Bagian Kedua. 7

58

EVA

LIETZ

3. Membangun sesuatu yang baru.

59

SAAT SANGKA REDA

Bagian Sembilan Di Manakah Aku Saat Ini?

SEPTEMBER 2019 Delapan bulan setelah aku pulang dari rawat inap Psikiatrik, aku menggunakan lembaga medis dan perangkat yang berbeda-beda untuk menjadi stabil secara kejiwaan. Kupikir perangkat yang paling penting untuk menjadi stabil adalah suntikan secara berkala aripiprazole. Untuk menjalin semua kepingan yang ada dan terus menerus berupaya dengannya, aku menulis beberapa surat kepada orang-orang yang aku cemarkan lewat wahamku, untuk menjelaskan skizofreniaku. Dengan naskah [yang tengah Anda baca ini] aku melakukan pengelolaan untuk menuliskan semua wahamku. Pada bulan pertama aku mendapatkan dukungan dari seorang perawat Psikiatrik, yang dengannya aku dilatih untuk mulai keluar rumah lagi. Aku mencari-cari kelompok swa-bantu (self-help group) yang cocok

60

EVA

LIETZ

denganku, kutemukan satu untuk gangguan bipolar dan satu lagi merupakan kelompok swa-bantu berbentuk teater untuk orang-orang dengan gangguan Psikiatrik. Sebagai tambahan terhadap hal ini, aku ingin mendapatkan kelompok swa-bantu untuk orang dengan skizofrenia. Di Klinik Psikiatrik aku secara teratur menghadiri dialog-tiga-pihak (trialogue) bersama dengan keluargaku. Aku punya pekerja sosial yang secara teratur mengunjungiku; yang sebenarnya telah mencoba untuk menghubungiku ketika aku tengah mengalami delusi. Namun pada waktu sebelumnya aku berkata kepadanya, bahwa ia seharusnya mencari seseorang yang lebih membutuhkannya. “Alangkah menyenangkan obrolan kita saat ini,” demikian pekerja sosialku selalu berujar. Ia mengunjungiku sekarang. Aku merasa stabil sekarang, aku telah mengajukan permohonan magang untuk menjadi berpengalaman dan turut berpartisipasi; artinya aku ikut membantu orang dengan gangguan Psikiatrik untuk menjadi sehat kembali. Untuk sementara ini, aku bisa bicara [kepada berbagai orang] tentang kehidupanku sebelum dan setelah psikosis. ■

61

SAAT SANGKA REDA

SELESAI

62

EVA

LIETZ

Tentang Penerjemah Anta Samsara

(nama pena) adalah pegiat Kesehatan Jiwa di

Indonesia. Terutama dikenal sebagai penulis Gelombang Lautan Jiwa: Sebuah Psikomemoar (Jejak Kata, 2010; Elex Media, 2013; Jagat Jiwa, 2018) yang merupakan catatan perjalanan skizofrenianya; yang menurut situs literasi-membaca Goodreads dianggap sebagai salah satu buku bipolar/skizofrenia terbaik secara global. Merupakan tokoh yang difilmkan dalam Split Mind, yang meraih penghargaan sebagai Film Dokumenter Pendek Terbaik versi Festival Film Indonesia (FFI) 2013. Anta Samsara banyak menerjemahkan dan menyaripatikan sejumlah bacaan yang sekarang ini terdapat di situs web dengan domain yang terinspirasi

dari

judul

psikomemoarnya,

LautanJiwa.com

63

SAAT SANGKA REDA

(https://www.lautanjiwa.com/). Pada tahun 2014, menerima tanda apresiasi dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia sebagai tokoh yang berkontribusi terhadap edukasi untuk orang dengan gangguan jiwa dan keluarganya. Anta Samsara menerima dua kali fellowship ke Universitas Melbourne, termasuk yang terakhir adalah Australia Awards, pada tahun 2009 dan 2015.



64