Nyanyi sunyi seorang bisu: Catatan-catatan dari P. Buru [1 ed.]

Table of contents :
Front cover
Simbol Penindasan dan Pemerasan di P. Buru
NYANYI SUNYI SEORANG BISU
Daftar Isi
Kenang-kenangan Ulang Tahun ke-70
Biodata Pramoedya A. Toer
Catatan atas Catatan
1. Permenungan dan Pengapungan
2. Kalau Dewa-Dewa Turun ke Bumi
3. Terakhir Kali Nonton Wayang
4. Kembali ke Wanayasa
5. "Laporan" kepada "Komandan"
6. Dua kali Dua Jam Regu
7. Dan Mereka telah Pergi ....
8. Dari dan Kepada Anak
9. Pembebasan Pertama
10. Di Tengah-Tengah ada Saling Hubung
11. Wanareja
12. Jiku Kecil
L1: Daftar Teman-Teman yang telah Meninggal di Buru
Unit I: Wanapura
Unit II: Wanareja
Unit III: Wanayasa
Unit IV: Savanajaya
Unit V: Wanakarta
Unit VI: Wanawangi
Unit VII: Wanasurya
Unit VIII: Wanakencana
Unit IX: Wanamulya
Unit X: Wanadharma
Unit XI: Wanaasri
Unit XII: Bhirawa Wanajaya
Unit XIII: Giripura
Unit XIV: Bantalarejo
Unit XV: Indrapura
Unit XVI: lndrakarya
Unit XVII: Argabhakti
Unit XVIII: Adhipura
Kamp Isolasi Jiku Kecil
Unit "R": Ronggolawe
Unit "S": Sawunggaling
Unit "T": Trunojoyo
Mereka yang dibon
Peristiwa Meninggalnya Warga Unit XIV
L2: Peringatan Ketua Pelaksana Bapreru
L3: Luas areal pertanian dan jalan yang dibuka tapol
Jarak Antar Unit di Inrehab P. Buru
Jarak Jalan-Jalan di Inrehab P. Buru
L4: Wilayah Pembuangan Tapol di Pulau Buru
L5: Data tentang Pendengaran Pramoedya A. Toer
L6: Surat Pembebasan Pramoedya Ananta Toer
Foto 1
Foto 2
Foto 3
Foto 4
Catatan Penutup Penyunting
Back cover

Citation preview

PramoedyaAnantaToer

Simbol Penindasan dan Pemerasan di P. Buru

Di tempat pembuangan tapol di P. Buru terdapat sisa-sisa Benteng Kajeli yang didirikan. oleh voe dalam abad ke-18. Simbol penindasan dan pemerasan kolonialisme Belanda ini dibangun guna melestarikan binasanya hutan pala cji P: Buru. Pem_bakaran dan penghancuran hutan pala telah mengubah Buru utara menjadi savana tandus. Benteng yang tak terawat ini sekarang dimakan lumut dan belukar.

Pramoedya Ananta Toer

· NYANYI SONYI SEORANG B150 '

I

Catatan-catatan dari P. Buru

Jakarta, 6 Febn,iai 1995

.,

lJN,VtRSITY OF

AUCKLAND

� AUG 1998 LIBRARY

Judul Oleh

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu © Pramoedya Anania Toer

Pererbit

.,!�

1988-'98

Pertama kali diterbitkan di Bela nda dengan judul Lied van een Stomme, penerjemah: A. van der Helm dan Angela Roo kmaker, penerbit: Manus Amici I He! Wereldv enster (Unie boek), dua jilid, Houten.

Pengutipan hanya seizin peng arang, kecuali untuk kepenting an resensi dan keilmuan sebatas fidak lebih dari satu halaman buku inL Memperbanyak buku ini deng an fotokopi atau bentuk reproduk si lain apa pun tidak dibenarkan. Kulit Depan : Tapol di P. Buru - menyawah dan berkebun mem enuhi kebutuhan sendiri. Ku/it Belakang : Jumpa kem bali istri setelah 14 lahun, 21 _Desember 1979

.Isi Kenang-kenangan Ulang Tahun ke-70 Biodata Catatan atas Catatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Permenungan dan Pengapungan Kalau Dewa-Dewa Turun ke Bumi Terakhir Kali Nonton Wayang Kembali ke Wanayasa "Laporan" kepada "Komandan" Dua kali Dua Jam Regu Dan Mereka telah Pergi .... Dari dan Kepada Anak Pembebasan Pertama pi Tengah-Tengah ada Saling Hubung Wanareja Jiku Kecil

Lampiran 1 : Daftar Teman yang Meninggal Lampiran 2 : Peringatan Ketuan Pelaksana Bapreru Lampiran 3 : Luas Areal Pertanian dan Jalan yang Dibuka . Lampiran 4: Peta Wilayah Pembuangan Tapol di P. Buru Lampiran 5 : Data tentang Pendengaran La, mpiran 6 : Surat Pembebasan Fo_to-foto Catatan Penutup·

vi vii viii-ix 1 14 34 42 82 117 128 139 162 203 210 269 290 306 308 312 314 315 316 x-xv

V

CJaerah perburuan mereka menciut cepat, daerah sagu mereka rusak. Lima bulan sebelum itu salah seornng isteri kepala soa lari, masuk ke unit, rninta dikawini.oleh tapol bernama Adang. Adang menghadap Dan Unit rninta ijin perkawinan. Mana mungkin? Di daratan ini tak ada perem­ puan janda. Perempuan adalah milik lelaki, dimanfaatkan atau tidak, sudah atau belum diwariskan. Mengibakan. Saling-hubung antara tapol dan penduduk membikin para wanita peilduduk itu mengetahui: di Jawa wanita bukan rnilik suarni; per­ k�winan dapat diurai atas kemauan satu atau dua pihak; isteri bukan budak yang mengerjakan segala yang suami tidak suka mengerjakan sehingga berumur dua puluh tahun perempuan sudah jadi nenek loyo. Isteri kepala soa itu lari bukan karena sekedar seks. Lebih dari itu:' mendapatkan status yang paling tidak sekian titik di bawah st�tus tapol yang tanpa status. Heboh itu segera terlupakan. Ada ingar-bingar pelepasan tapol gelom­ bang pertama dari P. Buni. Dan Adang ikut terbawa dalam gelombang per. ' tama menuju ke Jawa. Dalam ingar:-bingar itu peristiwa Harjo pun terlupakan. Apalah bedanya dibunuh penduduk atau dibunuh pettigas yang berkuasa? Bahkan kemam- · 208

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

· pusan semua tapol di dataran in1 toh masih akan disambut dengan suka­ sukur oleh mereka yang justru menghendakinya? Juga bagi kaum pria pen­ duduk, yang karena para pendatang para isted mereka mulai pada jadi pembangkang, dan mereka terpaksa harus bekerja, yang tidak dikerjakan oleh pria kakek-moyangnya... * fostalasi penyulingan minyak kayuputih itu dibangun oleh para tapol di dekat kampung-kampung penduduk. Gito yang memirripin. Regu penyu­ lingan bukan hanya memetik daun dan menyuling, meieka mei-ambah jalan memasuki hati penduduk kampung-kampung sekitar. Mereka bangunkan satu instalasi penyulingan untuk penduduk, dan mengajari mereka bekerja. Makan tidak saja dari rusa, celeng, mujahir dan sagu. Juga dari kayuputih. Di gubuk-gubuk· penyulingan anak-anak penduduk datang untuk belajar, baca-tulis.Juga orang tuamereka untuk mendengar-dengar peradaban lain dari pulau selatan. lbu-ibu mereka datang untuk mencicip dan membikin makanan lain yang mereka belum pernah kenal sebelumnya, teimasuk tape singkong, yang sebelumnya �ereka anggap sebagai singkong busuk. Me­ reka belajar membikin sayur dan mengenali daun dan buah-buahnya yan� dapat dimakan.Sebaliknya tapol mendapat kesempatan mempelajari baha­ sa, adat-istiadat dan kehidupan mereka. Juga dengan penquduk yang telah bersahabat tapol merasa terjamin keamanannya dari orang-orang gunung yahg masih memerlµkan kepala orang. Kai:npung Way Tina di sebelah timur mempunyai cukup cadangan pengayau. Tapi Kampungbaru, Btan dan Watfoi mulai dirembesi peradaban baru yang belum pernah dilakukan oleh kekuasaan politik mana pun, kecuali oleh tahanan politik nasional Republik Indonesia. Dan apabila generasi penduduk sebelumnya mengantongi dalam ingat, annya invasi dari Loloda dan Patani dan Papua dengan busur panah, tom­ bak dan parang, generasi penduduk sesudahnya akan mengantongi dalam ingatannya invasi peradaban baru: baca-tulis, cangkul, perawatan medis, akupunktur, lembaga perkawinan, kedudukan anak dalam keluarga, arsi­ tektur dengan paku dan siku penunjang, alat pertukangan dan cuisiner. Invasi legandaris yang dibiayai ole� orang-orang buangan tanpa status. (Sebagian tulisan ini didasarkan pada laporan tertulis· David M.D., kelahiran Paci­ tan, 2 Mei 1937, lulusan ST 4 tahun _bagian mesin; ditulis.di Kisitoho pada awal Juni 1979). Way Lo (sungai) Waylo (kampung) Way Tina (sungai) Waytina (kampung) Way Leman (sungai) Wayleman (kampung)

11 Wanareja

P

agi itu senyap. Jalanan di depan "gedung kesenian" itu seperti sudah · ditinggalkan bedol desa. Dari loteng gedung itu nampak di seberang jalan pos militer hanya ditunggui oleh seorang Tonwal. Dari Batalyon Hasanuddin. Agak terlindung oleh tajuk-tajuk balok. Sebelah sana lagi, sama sekali terlinduilg oleh hijau dedaunan, adalah rumah komandan Tefaat, Samsi M.S. Tak nampak ada seorang tapol pun, yang sepagi itu biasanya telah lalu-lalang ke dan dari sungai. Suara tapol-pun tidak terdengar. Suasana yang mencurigakan. Kemudian nampak dua orang militer lewat berkendaraan sepeda. Kemu­ dian lagi seorang Serma datang dengan sepeda motor. Naik ke loteng. Wajahnya tegang. Perintah: jangan keluar dari sini! Keadaan genting. Sesuatu telah terjadi. Keadaan tetap senyap. Dan matahari mulai menerangi bumi. Satu jam. Dua jam. Baru datang seorang perwira. Perintah: kumpulkan semua barang kalian. Cepat. Perintah Dan Tefaat. Dalam kawalan dua orang prajurit Tonwal kami sorong barang milik kami di atas dua gerob&k. Juga pekerjaan kai.ni: sejumlah lukisan dan pintu jati besar yang telah dan belum selesai diukir. Dengan demikian kami tinggalkan Unit I Wanapura. Menuju ke kom.. pleks bangunan Mako(= Markas Komando), yang belum seluruhnya ram­ pung. 12 November 1974. Di situ baru kami dengar: penganiayaan besar­ besaran di Unitll Wanareja oleh para prajurit Hasanuddin yang berdinas di situ terhadap para tapol. Kemudian berita tambahan: nyaris limapuluh tapol melarikan diri. Kemudian lagi: seorang tonwal membunuh tonwal _yang lain gara-gara persaingan dagang papan gelap. Berita susulan: Letko} Samsi M.s.' sedang melacak para tapol yang melarikan. diri. Belum lagi berita itu cukup tersebar ia telah datang dan mencak-mencak. Dari mulut dia sendiri terdengar: Yang memimpiil pelarian sudah cukup tua, di atas empat puluh; yfing lari semua muda, kecuali dia dan seorang lagi. Dan tambahan mencurigakan: katanya akan dijemput kapal selam RRT. 210

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

Senjahari tonwal yang Iilembunuh di gelandang ke Mako. Diperiksa. Selanjutnya kami' tak tahu apa-apa lagi kecuali tentang teman-teman yang mendapat penganiayaan berat. Dan kekejaman yang semakin meluas. Berita-berita itu semakin banyak dan semakin menyesakkan. Aku tak mampu mernilah mana yang benar mana yang tidak. Biar pun Unit II Wa­ nareja hanya beberapa ratus langkah dari tempat tinggal karni yang baru.. Hanya dari selebaran udara yang dapat karni pungut dapat diketahui para pelarian sedang dikejar dari barat dan udara. Menyusul kons;inyes yang semakin ketat dan semakin ketat. Beberapa waktu kemudian setelah keadaan tenang kembali mulai aku berani mencari keterangan di sana-s1ni. Mencatatn_ya sungguh berbahaya. Dalam beberapa kali pertemuan akhimya Kadis berhasil kuyapnkan untuk mencatatnya.Ia jauh lebih mengetahui karena hidup di pusat huru-hara itu. Ia bekerja di dapur parak unitnya. Dahulu la wartawan Ekonorni Nasional. Sebelum itu anggota staf pabrik pensil "Indonesia Pertama", di mana aku duduk sebagai "penasihat". Demi keselamatannya ia menulis laporannya di malarnhari, seorang diri di kamar-dapurnya. Dapat dibayangkan bagaimana ia setiap kali hams menyem�unyikan alat tulisnya setiap mendengar suara yang mencuri­ gakan.Dan laporan itu temyata lebih daripada yang kuduga...Juga penu­ lisannya: lebih dari dua tahun. Memang selesai, dan agak terperinci; lebih banyak tertuju pada para tapol Buru sendiri. Tak mengapa. Ia telah abadikan sesobek dari ·wajah kebijaksanaan Orba.

I

Wanareja mengawali peristiwa besar 12 November 1974

nt

1. Wanareja dan Tapol yang mendiaminya. Wanareja atau Unit II, dibentuk pada sekitar September 1969 , adalah unit kedua tertua di Inrehab Pulau Buru, terletak. di koordinat sekitar210 ° LS dan 128 ° BT. Menurut peta Ned. Hydrografische Dierist1927-28 terletak di Dataran Namlea. Peta Kartografi Direktorat Geologi1976 yang menyalin dari peta U.S. Army Topographic Comma�d nama dataran tersebut tidak tercantum: Ketinggian: 4 m. di atas permukaan laut. Men.gitari Unit II adalah Unit I, didirikan pada 1969, Unit V, didirikan pada 1970, Unit XVI, didirikan pada 1971 dan Unit R, didirikan 'pada 1975. Pada 1973 di antara Unit I dengan II oleh Komandan Tefaat Kol. Samsi M.S. dibangun Markas Komando (atau Mako). Jarak antara dua pusat unit

Pramoedya Ananta Toer

tersebut dengan Mako adalah sekitar 15 rrienit berjalan lenggarig. Unit II, Wanareja, ·mempunyai cukup sarana untuk menjadi Unit plus. Hutan meranti cukup luas dan kaya akan pohon rotan, enau untuk disadap dijadikan gula, pohon lab.an yang menghasilkan kayu pertukangan _baik untuk mebel dah lain-lain. Sungai-sungai untuk pengairan juga mencukupi: Way Aha, Way Metin, Way Netat, Way Geno, Way Siku. Sungai-sungai tersebut juga kaya akan ikari mujahir dan muria (= pelu,s). Areal untuk sawah dan ladang cukup luas. Hutan yang telah ditebang oleh regu Trans­ kop dijadikan huma, dan selanjutnya dicetak jadi sawah. Pada awalnya seperti di unit-unit lain, juga Unitll belum memiliki sesuatu apa pun kecuali barak yang sangat darurat. Tapol send1ri yang kemudian membuat barak-barak barn. Rombongan pertama memasuki unit adalah dari kapalADRI 15, kapal apkiran dari f>erang Dunia II. Kemudian menyusul ADRI 11. Masing-ma­ sing memuat 850 dan 462 tapol dari Jawa. Dari jumlah ini yang 250 berasal dari tapol Jateng, yaitu dari kamp Ambarawa, yang terdiri dari pelajarSLP dan SLA, dari kamp Nusakambangan, Yogya, Banyumas dan Pekalongan. Pertama kali menginjakkan kaki di Unit II, bulan September 1969, barak darurat ·yang bisa ditempati sejumlah 4 buah. 6 Barak lainnya belum sele­ sa_i. Kapasitas setiap barak untuk 50 orang, se,dang yang tersedia cuma 4 buah. Maka tapol yang 462 orang tinggal berdesak-desakan dan hams membangun 6 buah lagi, membangun penjaranya sendiri. Begitu 6 barak selesai datang rombongan barn, sehingga seluruh penghuni berjumlah 1.000 orang. 10 Barak baru harus-dibangun lagi. Rodi ini dimandori oleh Ziebang (= Zeni Bangunan). Komposisi penghuni kemudian: 250 orang d1:1ri Jateng, sisanya dari Jabar dan Jakarta Raya. 2. Munculnya Gundukan-Gundukan dan Perpecahan yang tak dapat diselesaikan.

Apa yang mereka bawa dari Jawa mereka kembangkan di daerah sabana ini. Pikiran, kebias�an, kehidupan sehari-hari, bahkan sampai pada sikap, mereka kembangkan di sini, tak peduli benar atau salah, atau hanya untuk . bertahan pada yang lama. Pada masa partai dilarang Pemerintah, kader-kader yang masih dapat bekerja meneruskan kegiatan dengan jalan bawahtanah. Karena cara kerja demikian ini praktis lalulintas informasi antar-daerah sangat sulit. Pada wak- tu yang sama tidak semua daerah di Jawa mendapatkan informasi yang sama. Bahkan daerah-daerah tertentu membuat tafsiran sendiri.KOK yang sudah mulai disebarkan tak merata dibaca oleh daerah-daerah, bahkan 212

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

penafsiran terhadapnya berbeda-beda. Penyakit lama, dengan keluarnya KOK, tidaklah dapat begitu saja di.sembuhkan. Bahkan di sana-sini muncul perpecahan karena kelainan tafsiran. Yang demikian ini terbawa juga ke Buru. Dari kelompok Jakarta Raya muncul slogan Tiga Wasiat Revolusi. Dari Jabar muncul semboyan Trisaksi. Tetapi tidak semua kelompok Jakarta setuju, sebab sudah ada KOK. Bersumber dari persoalan tersebut timbullah perpecahan. Dua kekuatan pokok berlandaskan fikiran masing-masing membuat suasana di antara para tapol menjadi panas. Sis Mihardjo, berasal dari kamp RTC Jakarta, dianggap sebagai tokoh dari golongan KOK. Ia mempunyai banyak pengaruh. Dengan Tri Panji­ nya ia benar-benar hendak melaksanakannya dalam kondisi s�perti itu. Di tiap barak terdapat sel-sel untuk penggarapan kader. Semboyan3 S mereka lancarkan untuk mendidik kader dan semua-pengikutnya. Arti3 S ialah: Susun organisasi, sebagai wadah. Simpan tenaga, untuk menghadapi setiap kemungkinan, dan; Tunggu Saatnya untuk bergerak, yang kemudian dikaitkan dengan 3 S lain sebagai pendidikan mental: Siap ke mana saja bila saat telah tiba.. Siap makan apa saja kalau keadaan memaksa. �iap mati di mana saja. Golongan ini yang kemudian mengadakan aksi-aksi untuk menyabot proyek, dengan jalan kerja semaunya, kalau perlu tanaman-tanaman dihancurkan. Pula diadakan persiapan-persiapan phisik berupa latihan bela · diri, mempersiapkan senjata-senjata, parang dan sebagainya. Di pihak lain muncul pula pikiran baru. Awang, juga berasal dari kamp RTC Jaya, dianggap tokoh pihak lain ini. Golongan ini dari Trisakti dan Tri Wasiat Revolusi, yang berpendapat, untuk keselamatan maka perlu beker­ jasama dengan pemerintah, dalam hal ini ikut membantu suksesnya proyek. Para pengikutnya kebanyakan dari Jaya dan Jabar, langkah yang diambil antaranya adalah dengan jalan senam pagi. Yang dima�sudkannya adalah bekerja pagi-pagi benar sebelum bekerja rutin untuk unit. Mereka memang giat dan produktif. Pada waktu-waktu istirahat mereka aktif men­ cangkul di sekitar barak, bahkan membuka ladang-ladang baru. Di sam­ ping itu untuk menyambut tamu-tamu petugas pada setiap malam kesenian diperdengarkan Iagu-lagu mars ciptaan Nurjaslan dari RTC, antara lain Mars Bapreru, Unit-Unit Tefaat Buru Membangun. Dernikianlah Unit II menjadi hangat. Hangatnya usaha golongan yang be�beda tersebut mencari massa. Hangat dalam mengisi program masing­ masing. Hangat karen� yang satu waspada terhadap yang lain. 213

Pramoedya Ananta Toer

3. Beberapa Komandan Unit dan Aktivitasya.

Lettu Mujiarto adalah komandan pertama. Karena belum ada sestiatu pun yang dinikmati dari hasil kerja para tapol maka tak dapat dilihat rakus-ti­ daknya. Sewaktu cuti selama 3 bulan jabatannya dijabat oleh Letda Susilo, seorang komandan kompi Satgaswal Pattimura. Pada masanya itulah sawah Way Babi dicetak. Pencetakan yang cukup mengerikan. Musim ·hujan menambahi penderitaan para tapol. Sedang Satgaswal sudah biasa memperlakukan tapol seperti hewan. Ya, memang taraf kebudayaannya masih sangat rendah. Tapol sendiri di masa ini sudah tidak mendapat jatah garam, dan seperti dengan sendirinya sudah mengerti ke mana perginya • jatah itu. Sedang Soesilo, dengan pretensi Pancasilais sejati bersikap ber­ musuhan pada tapol, yang sudah tidak beda dengan permusuhan pribadi. Pada suatu appel ia pernah memberi peringatan pada kami: "Perhatikan wajah Letda Soesilo, kalau saudara-saudara memang cari saya." Jarak antara barak-barak Unit II Wanareja dengan Way Babi 3 km. Makan di tempat kerja. Penderitaan khusus ini berakliir setelah Moedjiarto kembali dari cuti. Pada masa dinas Moedjiarto tak ada yang patut dicatat kecuali mun­ culny.a gundukan-gundukan. Di samping itu terjadi pemindahan sebagian tapoJ ke Unit III Wanayasa. Yang dipindahkan adalah mereka yang di­ anggap intelektual. Kernudian disusulkan mereka yang dianggap tidak produktif alias malas kerja. Sebagian lagi dipindahkan ke Unitl Wanapura dengan alasan perataan tenaga kerja. Dalam periode 1970/71 datang Letda Mardi Waluyo sebagai komandan Unit II menggantikan Moedjiarto. Dalam masa ini penggergajian kayu tumbuh subur. Banyak uang masuk ke kantongnya. Aturan baru muncul: · barak-barak dapat menukarkan hasil getgajian dengan bahan pakaian, an­ taranya sarung. Dalam masa ini dibangun· rumah-rumah "parkif' untuk menggantikan barak yang sudah mulai rusak. Hutan bekas tebangan Trans­ kop dijadikan ladang huma yang ditanami padi gogo. Dari areal 140 ha. huma dihasilkan 200 ton, sisa yang rusak berat., akibat nafsu komando yan'g hendak memburu perluasa11 areal semata: pencetakan sawah Wanatirta dan sebagian dari hutan T. Akibat selanjutnya: kedodoran me­ ngurus areal yang terlalu luas. Sawah Way Babi kemudian terpaksa di­ serahkan pada Unit XVI, tetangganya. Dengan masuknya hasil panen seo­ lah ada keleluasaan bergerak. Asal lincah dan berani tapol bisa menggunakan waktu senggangnya untuk mengeluyur ke hutan atau berkunjung ke unit-unit lain. Kemungkinan ngeluy1-1r dipe�gunakan pihak 214

,,

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

ekstrim Sis Mihardjo untuk meluaskan sayapnya. Hampir di seluruh unit baru ia mendirikan jaringan. Di Unit II sendiri kegiatannya semakin menyolok, bahkan sudah cenderung mengabaikan kewaspadaan, serta gon­ tai ke kanan mencari legalitas. Lettu Suwardho menggantikan Mardi Waluyo dalam periode 1971/72, dengan wakilnya Peltu Sukardi. Suwardholah yang memerintahkao pem­ buatan jalan-jalan dan saluran-saluran. Begitu banyaknyajalan yang dibuat . sehingga berupa sarang laba-laba bila dilihat pada mata, lengkap dengan nama. Ada sejurnlah perlimaan. Dalam appel tapol diwajibkan hafal nama­ nama jalan tersebut. Appel pagi diadakan pada jam05.00. Untuk tapol yang baraknya jauh, seperti di Karsontani, 2,5 km dari pusat unit, orang berangkat pada jam 03.00 karena takut terlambat, dan tidur sambil menunggu appel. Dalam periode ini sawah diperluas lagi. Pertentangan antara yang pro dan kontra suksesnya proyek Tefaat Bum makin memuncak; perteniangan yang meinasuki tahap antagohistis. J:>ihak kanan berusaha menghancurkan lawannya dengan tangan penguasa. Sepucuk surat kaleng sampai ke tangan Suwardho. Pcnyelidilkan para . tapol sendiri kemudian menemukan, yang menulis adalah Hamid dan .Mahfud dari RTC Salemba. Hamid adalah anggota dewan pengurus unit, sedang koordinator (= kepala tapol, atau tamping) adalah Juhendi. Dalam surat kaleng disebutkan, bahwa Unit II akan berontak, persiapan sedang diadaka,n,-dan disebutkan dalang dan tenaga-tenaga tempurnya, semboyan­ nya adalah "Batabual Maut", sebab, menurut surat kaleng tsb., setelah ber­ hasil mengadakan pembebasan, gerakan selanjutnya adalah longmarch ke G.Batabual. (Batabual, dalam peta Batakbual, adalah pama salah sebuah gunung tertinggi, juga nama pegunungan di bagian tengah P.Buru, yang juga me�upakan di�ding selatan Dataran Way Apo, yang dija'dikan areal' Tefaat). Suwardho bertindak cepat. Orang-orang yang disebut dalam surat ka­ leng ditangkapi, tanpa pemeriksaan langsung dikirimkan ke Jikukecil. Tanpa fahu kesalahannya sepanjang jalan daiam transpor mereka disiksa oleh para pengawal. Di antara para tangkapan adalah: Sis Mihardjo, Gatot Sugoto, Bambing (Bambang lndiadi), Nono P"'l.o dll. Pem"'riksaan di­ adakan di Namlea. Tangkapan gelombang p�rtaina adalah dari golongan ekstriin kir.i. Dalam pemeriksaan mereka menggigit lawan-lawannya. Maka tangkapan gelbmbang kedua adalah dari golongan ekstrim kanan. Tersebut antara lain: Juhendi (RTC), Subandi (Bandung), Mahfud dan Hamid (RTC) dll. Dalam pemeriksaan selanjutnya penguasa sempat mem­ bongkar jaringan di hampir, semua unit yang ada. Dalam1971 dari Unit II tercatat 32 orang yang dijikukecilkan.



215

-Pramoedya Arian/a .Toer

Nampaknya Suwardho masih mempunyai sejumlah persediaan untuk dicurigai, tetapi tak dapat dijikukecilkan, maka mereka dipekerjakan di sekitar wisma (= bentuk kromo untuk: rumah) komandan, agar mudah dapai diawasi. Karena pekerjaan mereka bertanam sayuran untuk staf komandan, mereka disebut Peleton Sayuran alias Tonyur. Di samping itu komandan menggunakan kaki-tangan, antaranya Willem Galoni,' Tony Halim dan Tjiptohartono. Mereka diberi kedudukan enak dan berkuasiL Willem Galoni didudukkan sebagai Pengui:us II bagian penge,rahan tenaga. Tony.Halim sebagai kepala bagian peleton mobil, yang akhirnya nanti ber­ ubah jadi crew, menjadi tenaga kepercayaan, yang menghubungkan Unit II dengan Namlea, dengan menggunakan perahu. Tjiptohartono diangkat jadi kepala gudang alat. Pada gilirannya mereka mempunyai kaki-tangan pula di setiap barak. Kedudukan Sis Mihardjo diambil-alih oleh Sutrisno, tapol dari Cilacap. Ia kemudian dijikukecilkan juga sebagai akibat laporan para cecunguk. Sejak waktu itu kehidupan di Unit II menjadi tegang. Mata tapol me­ mandang segala dengan curiga dan waspada. Anggota Tonyur, yang kemu­ dian berubah jadi P.U. (= Pekerjaan Umum), semakin bertambah saja jum­ lahnya, dan pernah tercatat sampai50 orang. Setiap anggo'taP.U. setiap saat siap untuk dijikukecilkan, tergantung pada penilaian para cecunguk dan komandan. Untuk bisa mendapat pekerjaan enak orang harus mendaftarkan diri jadi cecunguk. Dernikianlah maka pos - pos penting mereka duduki. Galoni dengan wewenang yang ada padanya membuat keadaan kon­ sinyes menjadi berlarut. Orang berkunjung ke barak lain, dalam unit sendiri', diharuskan mengisi buku tamu. Hams menerangkan siapa yang hendak ditemui, keperluan apa, apa yang dibicarakan, jam berapa. Waktu Ionceng jam 21.00 ser,nua tapol sudah harus b�rada di tempat tidur masing­ masing, tak boleh bicara apa pun. Lampu h_arus dimatikan. Kunjungan tapol unit lain yang langsung menuju barak tidak diperke­ nankan. Kalau hendak bertamu harus datang menghadap Galoni, Pengurus II. Kalau kedapatan tapol Unit II bicara atau memberi apa-apa paJa tapol unit lain, yang bersangkutan dimasukkan keP.U. Unit II Wanareja kare­ nanya telah diangg�p sangar oleh unit-unit lain. Kehidupan bisik-bisik po­ litik sepi. Tak ada lagi keberanian. Dinding-dinding barak telah punya mata dan telinga. Cecunguk murahan berkeliaran di setiap penjuru dan di setiap kesempatan. Lettu Suwardho cukup rakus. Dia telah banyak menelan beras hak tapol Unit II. Pada MT I/1972 hasil pane::i mencapai 250 ton. Sebagian·besarhasil tsb. telah dilahapnya, dengan lelucon yang setiap tapol Unit II tetap mengingatnya ialah tentang janjinya hendak memberi klambu pada setiap 1

216

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

tapol pada 25 Des 1972. Pemberian tsb. dimaksud sebagai imbalan dari beras yang telah dijual sebanyak lebjh dari 50 ton. Tanggal tsb. dinanti­ nantikan dengan harap-harap cemas. Betul, pagihari datang perintah dari Pengurus agar tiap barak mengirimkan tenaga untuk mengambil "bambu", i:>ukan klambu. Dalam suatu appel Suwardho menjawab masalah itu.de­ ngan kata-katanya: barangsiapa bertanya tentang klambu supaya menyam­ paikannya sendiri pada Laksusda Ambon. Di samping beras papan pun ditelah oleh Suwardho. Tak ada catatari be­ rapa ribu m3 yang telah dimakannya. Ia tahu persis, bahwa dalam suasana. penjikukecilan takkan ada tapol berani bicara tentangnya. Sebagai gambaran berapa beras yang telah ia selewengkan di bawah ini akan dijajarkan hasil penghululleran untuk dijual dan hasil pengkiseran untuk dikonsumsi tapol, diambil dari data bulan Desember1972. Tgl. 1 s/d 7 Tgl. 8 s/d 15 Tgl. 16 s/d 23 Tgl. 24 s/d 31 Jumlah

Huller 13.100 kg 19.100 kg '19.600 kg 3.200 kg 55.000 kg

Kiser 2.350 kg 3.550kg 3.100 kg 3.000 kg 12.100 kg

Dengan tandatangan Bagian Gudang Barna (= Bahan Makanan) Soegiono, fapol nomor 0290. Wakil komandan Peltu Sukardi tidak mendapatkan, sesuatu pun dari · penyelewengan tsb. Karena itu tangannya keras. Orang yang dipanggil menghadap padanya karena suatu kesalahan kecil pun pasti akan kembali dalam keadaan babak-belur. Dia dikenal sebagai jago pukul. Lettu Kaligis dan Peltu Suroto menggantikan mereka dalam periode 1973. Mereka berdua tidak mengurusi soal politik atau pekerjaan tapol. Dua soai tsb. mereka percayakan pada Pengurus, Willem Galoni. Mereka berdua lebih sibuk dengan wanita piaraan mereka. Tak segan-segan Kaligis meniduri wanita piaraannya di wisma di depan hidung tapol. Bahkan seorang wanita piaraan, lpah, ikut mengeram di wisma, makan, tidur dan bercanda di situ. Surot, demi hormatnya pada atasannya, tidak membawa piaraannya di bawah satu atap dengan komandannya. Ia perintahkan tapol membikin rumah untuk sang piaraan, Poncen, berumur beI urn lagi I 5. Perluasan sawah diteruskan. Menjelang akhir dinasnya datang tap'->l pindahan dari UnitIV Sava­ najaya sebanyak 120 orang pada 23 November 1973, dan pada 15 Januari 1974 datang pindahan 115 orang dari Unit IX yang dibubarkan.

,217

Pramoedya Ananta Toer

Lettu Sri SaroyQ menggantikan Kaligis. Wakilnya adalah Peltu J.Sudjono. Ia menjabat hanya selama setengah tahun, karena sejak itu tiap setengah tahun diadakan pergantian komandan. Dalam bulan Juli 1974 Koinandan Tefaat, Kol. Samsi, mengaduk unit­ unit dalam rangka regrouping berdasarkan klasifikasi di Buru. Dari Unitll tercatat 120 orang dipindahkan ke Unit XV, unit untuk klas berat. Se­ baliknya 120 orang tapol dari Unit XIII masuk. Unit belakangan ini kemu­ dian menjadi unit klas berat juga. Dengan modal pengalaman tsb. UnitII mengakhiri tahun 1974, suatu ta­ hun penuh peristiwa. 4. Regrouping Unit-Unit dan Effeknya.

Semenjak adanya surat kaleng dan pembuangan sejumlah tapol yang di­ i;tnggap membahayakan ke Jikukecil, Unit ll Wanareja mulai menutup diri dad singgungan luar. Keadaan dernikian menjadi se,makin jelas setelah . Willem Galoni menjabat Pengurus II . Dia bertindak lebih kuasa dari pe­ nguasa sendiri. Bersama dengan Tjiptohartono dan Tony Halim UnitII me­ reka genggam. Mereka meniperosokkan banyak tapol ke dalamP.U., se­ bagai cadangan untuk dijikukecilkan. Tak ada seorang pun berani mem­ bantah perintah mereka. Pengurus I, Imam Supangat, dijadikan semacam bonek�. Ia sendiri pun takut kehilangan kedudukannya. ltu pula sebabnya ia telah menlbiarkan terjadinya perang urat-syaraf di antara para tapol. Kedatangan tapol dari UnitIV dan IX tidak merubah keadaan, sekalipun mereka berusaha mengubahnya. Dalam regrouping unit-unit 120 ornng tapol Unit IT dipindahkan ke Unit XV. Di antara mereka terdapat Galoni dan Sugiono, dan beberapa cecunguk murahan. Kepindahan para cecunguk dan kepalanya benar-benar menjadi kesukaan bagi yang ditinggalkan. Kepergian Galoni sendiri membikin para cecunguk murahan tidak bisa berbuat apa-apa. Komandan Unit, Sri_ Saroyo, telah dibentengi oleh para pengurus yang_sadar akan kewajibannya terhadap ses·ama tapoi. Sedang akibat regrouping itu Unitll yang terdiri dari 19 kelompok diubah menjadi 10 barak. Sejumlah pendatang dari Unit IV, IX dan XI II, menduduki tempat dalam pengurusan. Cuaca sudah mulai cerah. Para tapol dari unit-unit lain sudah mulai berani datang berkunjung. Tjiptohartono dan Tony Halim telah tidak berdaya. Waiau dernikian orang tetap waspada terhadapnya. Mulai waktu itu barulah setiap langkah dan perbuatan diperhitungkan oleh Pengurus untuk kepentingan warga tapol semaksimal mungkin. Waiau dernikian penguasa cukup pandai sehingga tapol tanpa merasa telah terseret ke seberang .sana.

218

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

5. Galoni, Tjiptophartono dan Be��rapa Cecunguk Iainnya. Galoni, lengkapnya Willem Galoni, adalah keturunan Menado, datang dari Kamp Jakarta. Pekerjaan sebelumnya ada_lah penjaga pintu, portir, pada sebuah kantor. Orangnya besar berperut gendut. Kerjanya "ngulo" €= men­ gular) alias malas, atau menurut ungkapan tapol: pemakan tulang kawan. Setiap appel pagi warga berbaris betjajar menghadap kelompok pengu­ rus. Sebelum bubar tapol harus meinberi hormat pada mere�a. Di waktu­ waktu pesta, kepala ·barak dan pengurus mendapat bagian istimewa, ber­ beda dari bagian tapol biasa. Atau mereka meridapat undangan makan di wisma. Pada masa ini kehidupan politik benar-beriar telah ditumpas. Semua tapol suda\1 laksana kerbau. Appel, kerja, pulang, makan, istirahat, tidur, dan demikian setiap hari: Pada malam hari Galoni memeriksa barak-barak. Lebih-lebih setelah lonceng jam 21.00. Di tempat kerja ia mengadakan pengecekan apakah jumlahnya seperti yang dilaporkan. fa juga yang berkuasa mengangkat dan memberhentikan kepala kelompok, yang waktu itu mengepalai 50 orang tapol dan tinggal dalam satµ barak. Pengurus atau koordinator cecunguk ini selalu berusaha mendapatkan kepercayaan anak-buahnya dengan jalan memberi fasilitas seperti kedu­ dukan atau pekerjaan enteng, perlakuan lain. Dan_Iebih jauh dari itu teynyata beberapa d� antaranya adalah partnernya dalam berhomosex. Dengan kepindahannya ke Unit XV bahkan bekits anak-buahnya pun membicarakan kebusukannya. Tjiptohartono berasal dari Semarang, seorang keturunan Arab dari dera­ jad yang sekian, kikir, individualistis, dan busuk. Nama aslinya: Hasan Basri. Pekerjaan dulu: pegawai B.A.T. la fanatik agama. Mayoritas tapol tidak suka padanya. Sampai dengan oplossing barak-barak pada 1974 ia bekerja di gudang alat. Sesuai dengan kekikirannya ia hanya memberikan alat-alat yang paling jelek pada tapol unit. Alat-alat yang baik disimpan. Gerobak dan sapi di bawah kekuasaannya. Setiap saat gerobak-gerobak harus siap di gudang. Tak ada orang boleh menggunakannya tanpa ijinnya. Sapi dan kerbau hanya diperuntukkan pengerjaan sawah. Maka peng­ angkutan dengan gerobak harus ditarik oleh tapo) Dan karena kikirnya, sayang memanfaatkan gerobak, pengangkutan hams dilakukan oleh tapol dengan jalan memikul. Malah untuk menghemat tenaga hewan, pengerjaan sawah dititikberatkan pada penggunaan tertaga tapol. la _beranggapan, alat­ alat dan hewan adalah milik Pemerintah, sedang tenaga manusia milik tapol itu sendiri. Selama menguasai gudang orang harus melata-lata untuk dapat meminjam alat, pada jam 05.00 sudah harus hadir di depan gudang

219.

Pramoed)'a Ananta To-er

alat sambil menanti ia selesai bersembahyang subuh, berdoa dan mengaji. Peminjaman alat terbatas pada pagi hari dan jam tertentu. Di luar itu ia tidak mau melayani. Pengembalian alat ditentukan sesudah selesai waktu kerja. Di luar itu tidak dilayani. Entah bagaimana asal-muasalnya, ia mendapat kekuasaan untuk menghukum orang yang melanggar ketentuan yang dibikinnya. Sering terjadi orang yang mengembalikan alat disuruh menunggu sampai jam 19.00 hanya karena terlambat datang. Membantah berarti dimasukkan dalam P.U. Pada hari Jum'at ia aktif mengawasi siapa yang tidak bersembahyang. Pada hari-hari menjelang hendak dibebaskan ia pernah membuka kar­ tunya pada salah seorang tapol. Antara lain: "sesungguhnya saya ditugas­ kan oleh direktur saya untuk menyelidiki keadaari kamp-kamp di Jawa maupun Buru. Tetapi sampai sebegitu jauh tak ada perhatian dariB.A.T. Bahkan kontak pun terputus sama sekali." Pada malam perpisahan di depan para tapol sebarak ia masih mampu berkata: "Saudara-saudara, untuk dapat cepat dibebaskan, contohlah saya. Selama di P. Buru saya mend�pat nilai terbaik, mendapat penghargaan dari Pemerintah. Saya selalu menjalankan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Tak pernah merugikan Pemerintah. Bertak""'.a pada Tuhan." Tony Halim lain lagi. Cecunguk yang seorang ini adalah keturunan Tionghoa. Badannya gemuk, pemalas, pemakan tulang teman, maunya se­ lahi di.dekat penguasa dengan jalan apa pun. Sebagai kepala crew yang mengangkut papan dari Unit II ke TI. Kayeli untuk dimuat ke atas perahu, dan mengangkut barang-barang lain., Ia tak pernah disukai anakbuahnya. Ia memang seorang pemalas, santai tid.ur-tiduran bila anakbuahnya bekerja atau berlagak sibuk memberi dan membagi perintah. Dan ternyata ia pun. paling penakut apabila rakit dihantam ombak laut. Bila dalam transport rakit, yang membawa 15 m3 papan orang tak dapat memincingkan mata semalam suntuk dalam menyelamatkan bawaannya, ia tidur semalam stin­ tuk pula. Setelah crew dibubarkan karena tak ada lagi pengangkutan kayu meng­ hiliri Way Apo k_etahuan bahwa ia sudah menjadi kaya menurut ukuran tapol, karena ia mendapat persen untuk setiap rri3 yang diangkut, yaiJu Rp. 500,- Sedang yang, diangkut telah ribuan rrB: Anakbuahnya tak ada yang mendapat barang sepeser pun. Setelah dibubarkan kerjanya keluyuran ke kampung-kampung penduduk bersama dengan serdadu Tonwal, dan beru­ saha mengembalikan kedudukannya semula dengan jalan kasak-kusuk, te­ tapi sudah terlambat: tak seorang pun mempercayainya lagi.. Sugiono, berasal dari Cirebon, 6erkulit kuning, seperti Indo, atau mung­ kin memang Irido. Ia biasa menjadi pelaku perempuan dalam sandiwara . . � '

220

Nyanyi Sunyi Seorang Bisu

atau tari-menari, dan bertugas sebagai pengurus· gudang. Tingkah-lakunya· · seperti belum dewasa. Apabila ada persoalan antara sesama tapol ialah yang melaporkan pada penguasa. Ia pun telah banyak mengkorup beras tapol semenjak masa Suwardho, Kaligis sampai Sri Saroyo. Pembukuan ' gabah yang di-huller kacau, sedang ia sendiri tak tahu pembukuan, hanya sekedar tahu menulis dan membaca angka. Gabah untuk konsumsi tapol hanya dikiser, itu pun kadang-kadang dikurangi dari jatah semestinya. Sedang gabah itu rnilik tapol sendiri. Sumarno, berasal dari Pemalang, bertugas sebagai tenaga kesehatan. Ia · . lebih banyak bertindak sebagai penjual obat daripada mengobati teman­ teqiannya sendiri. Sebagai petug-as kesehatan ia tidak pernah berpikir untuk mendirikan klinik yang permanen. Yang demikian berlangsung sampai 1974. Ia tak pernah melindungi teman-temannya sendiri yang sakit, dan membiarkan tapol yang_ benar-benar sakit menjadi bulan-bulanan per­ mainan petugas karena tak punya surat istirahat. 6. Beberapa Cata�n Beberapa ha! yang .sangat menarik sehubungan dengan Unitll Wanareja ialah ciri khusus yang membeda�annya d_a ri unit-unit lain di Inrehab P.Buru. Mayoritas tapol berasal dari Jawa Barat dan Jaya, dernikian pula personalia badan pengurus, dan sampai 1974 dipegang oleh orang-orang yang tidak berkwalitas, baik di bidang mental maupun kerja. ,Semenjak penjikukecilan sejumlah tapol pikiran yang mendorninasi adalah pro mensukseskan' proyek. Tetapi mereka yang banyak berkaok hendak mensukseskan proyek tak mampu melaksanakan omongannya sendiri. Telah banyak dan luas areal sawah, namun effisiensi kurang, antqra lain karena buruknya peralatan kerja, terutama bajak. Akibatnya hasil bajakan tidak sebaik unit-unit lain. Pembikinan pematang tidak ekonornis dari terlalu banyak memakan teriaga, pun tak sebagus pematang unit-unit lain. Grobak bikinan Unit II dibandingkan dengan b�kinan unit-unit lain joga cukup memalukan: konstruksinya rapuh, dan daya angkutnya rendah dan merninta daya dorong dan· tarik cukup besar. Bangunan perumahan tidak disesuaikan dengan bahan yang dipergunakan dan kegunaannya. Untuk bangunan dari kayu jati dan beton bertulang rumah-rumah di Unit II sesungguhnya bagus dan indah. Tetapi untuki kayu meranti dari kwalitas rendah yang hanya mampu bertahan 5 tahur pembangunan itu sungguh­ sungguh dipaksa-paksakan dan membuang-buang tenaga. Kegunaannya juga tidak•dises,uaikan dengan kebutuhan. Walhasil hanya ambisi keme­ gahan semata dari pihak penguasa dan tapol perencana. Tapol sendiri, sesuai dengan statusnya yang tak menentu, tidak membutuhkan yang me221

Pramoedya Ananta Toer

wah dan megah, cukup apabila memenuhi syarat ke�ehatan dan mudah me­ meliharanya serta mudah membangunnya. Atap .daun sagu pun menjadi beban para tapol, karena setiap tahun harus diganti. Pada bulan-bulan pertama bangunan semacam gedung kesenian, gereja dan barak-barak kelihatan indah dan megah. Tetapi bilamana tiang-tiang mulai lapuk atau atap bocor mengangalah problim baru untuk mengganti­ nya, dan itu berarti tenaga ekstra harus dikerahkan lagi. Keadaan demikian terus berlangsung sampai kedatangan pendatang dari UnitIV, IX.dan XIII. Kedatangan mereka mengubah keadaan. Ladang yang di masa-masa lalu diabaikan, mulai diperhatikan. Pengerjaan sawah mendapat peningkatan dengan menggunakan pengalaman dari unit-unit tsb. Sedang perombokan kepengurusan memungkinkan penggunaan sapi untuk menarik gerobak. Justru keadaan yang nisbiah baik itu yang memungkinkan terjadinya pe­ ristiwa besar 12 November 1974. Para penguasa masih haus akan kurban, sebanyak-banyaknya. Namun para calon korban berusaha melawan. Dan tragedi itu pun meletus.

II Peristiwa besar 12 November 1974 1. Api dalam Sekam. Gejolak pertentangan antara golongan non dan ko hampir-hampir sudah dapat dikatakan selesai. Dikatakan ·"hampir-hampir", karena kesenyapan kareria penjikukecilan. Tapol pendatang dari UnitIV Savanajaya, Unit IX Wanamulya dan Unit XIII Giripura meniupkan pengaruh baru yang menghidupkan pertentangan lama. Para pendatang nampaknya lebih bersikap rasional dalam menghadapi situasi dan dapat menilai lebih objektif status diri mereka sebagai tapol. Pada umumnya para pendatang yang memasuki Unit II Wanareja pada akhir 19J3 dan aw.al 1974 dengan cepat dapat menduduki tempat penting di barak-barak, baik dalam produksi pangan maupun dalam pimpinan. Se­ baliknya mereka tidak atau belum dapat mengikuti perkembangan politik di Unit II. Atau penghuni lama memang takut mendekati pendatang baru, sebabkan yang belakangan pun ya pandangan berbeda. Maka juga para pendatang tidak diajak, baik oleh yang pro maupun yang kontra suksesnya proyek. Penghuni lama dari golongan kontra nampaknya menempuh jalan tersendiri untuk mencapai maksudnya. Sedang mereka, yang berada di luar golongan kontra, menjelang pecahnya peristiwa 12 November 1973 tidak

222

Nyanyi Sunyi Seora.ng Bisu

tahu�menahu akan adanya persiapan. Salah seorang tapol melaporkan, siA dan si B sehabis kerja sering pergi ke hutan, untuk maksud apa tidak diketahui. Tapol lain melaporkan, dekat pada peristiwa tsb., si Polan dan si Dadap selalu mengasah parang, yang ter!arang bagi setiap orang, kecuali parang inventaris. Waktu itu memang tidak ada kecurigaan apapun. Pada siang hari menjelang peristiwa di ma]am hari beberapa orang tapol, yang kemudian ternyata melarikan diri, tidak masuk. kerja. Kepala barak mendapat laporan, bahwa perutnya sakit, dan semua mereka sakit perut. Pada malam hari sekitar jam 20.00-21.00 ada beberapa tapol, yang ternyata pagi harinya diketahui telah lari, telah berada di dalam kelambunya de.ngan alasan sakit. Orang-orang di kiri-kanannya tak menaruh sesuatu kecuri­ gaan. Perbuatan mere�a padi1 ."fEPfROA/ xn Pen